Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan Turun & Rugi Membengkak, Ini Alasan Medco Energi (MEDC)

Emiten bersandi MEDC ini berupaya disiplin, sekaligus mempertahankan fleksibilitas untuk memanfaatkan pemulihan yang diharapkan.
Penampakan proyek pengembangan Lapangan gas Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. Istimewa - Dok. SKK Migas
Penampakan proyek pengembangan Lapangan gas Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. Istimewa - Dok. SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten minyak dan gas, PT Medco Energi Internasional Tbk. mengalami penurunan pendapatan dan kerugian yang membengkak akibat permintaan yang lebih rendah pada 2020.

CEO Medco Energi Internasional Roberto Lorato mengatakan rendahnya permintaan energi yang disebabkan oleh pandemi secara signifikan berdampak pada kinerja tahun lalu.

"Kami harus beradaptasi dengan cepat dengan keadaan luar biasa untuk mengamankan kesehatan dan keselamatan karyawan kami, mendukung komunitas lokal dan mengelola likuiditas kami," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/6/2021).

Harga komoditas telah membaik pada 2021, tetapi pandemi belum berakhir dan volume gas di beberapa pasar utama tetap stabil. Emiten bersandi MEDC ini harus tetap disiplin, sekaligus mempertahankan fleksibilitas untuk memanfaatkan pemulihan yang diharapkan.

Sepanjang 2020, perseroan mencatat EBITDA US$502 juta, 20 persen lebih rendah dari 2019 karena permintaan gas dan harganya dalam bentuk cairan yang lebih rendah.

Harga minyak turun menjadi US$40,3 per barel pada 2020, turun 36 persen atau lebih rendah dari 2019 yang mencapai US$62,5 per barel dan harga gas US$5,2 per mmbtu, turun 23 persen di bawah 2019 sebesar US$6,7 per mmbtu.

Perseroan dalam setahun penuh 2020 mengalami kerugian sebesar US$189 juta, termasuk penghapusan non-tunai satu kali pada kuartal IV/2020 sebesar US$93 juta.

Kendati demikian, pada kuartal IV/2020, perseroan melaporkan laba bersih sebesar US$ 9 juta, sebelum penurunan nilai karena harga gas cair mulai pulih.

Anak usah perseroan, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) melaporkan laba US$25 juta dengan bijih tambang dari pengembangan Fase 7 yang diuntungkan dari peningkatan harga tembaga dan emas.

Belanja modal Migas sebesar US$144 juta untuk menyelesaikan proyek Meliwis di Jawa Timur dan empat proyek berhasil sumur eksplorasi di Natuna. Untuk sektor energi, belanja modal total US$ 63 juta, untuk memajukan pengembangan CCPP Riau dan pemboran eksplorasi panas bumi Ijen.

"Kas dari operasi setelah belanja modal positif meskipun permintaan energi rendah, dengan pengeluaran terfokus pengurangan dan sinergi Ophir," katanya.

Pemegang saham juga disebutnya cukup suportif dan kewajiban manajemen yang proaktif memungkinkan deleveraging yang berkelanjutan.

Utang sebesar US$2,7 miliar, turun 15 persen dari 2019. Utang grup yang dibatasi adalah US$2,3 miliar, turun 6 persen dan utang bersih mencapai US$2,0 miliar, turun 4 persen dari 2019. Rasio utang bersih terhadap EBITDA adalah 4,2 kali pada 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper