Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak melonjak lebih dari 3 persen pada akhir perdagangan Senin (24/5/2021) karena lonjakan permintaan yang dipicu oleh dorongan vaksinasi Covid-19 memberi optimisme bahwa pasar dapat menyerap minyak Iran yang akan datang ke pasar jika pembicaraan Barat dengan Teheran mengarah pada pencabutan sanksi.
Dilansir dari Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli ditutup naik 2,02 pooin atau 3,0 persen menjadi US$68,46 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli berakhir pada US$66,05 per barel, terangkat 2,47 poin atau 3,9 persen.
Penurunan angka kematian akibat Covid-19 di India juga memperkuat ekspektasi bahwa permintaan minyak akan meningkat dalam beberapa pekan mendatang.
Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger mengatakan harga minyak mentah juga mendapat dorongan karena ekspektasi bahwa kesepakatan baru dengan Iran lebih kecil kemungkinannya daripada minggu lalu.
"Iran dan kekuatan-kekuatan barat tidak bisa mendapatkan rincian yang akan membuat kesepakatan ini ditandatangani dan disampaikan," kata Yawger.
Iran dan pengawas nuklir PBB memperpanjang perjanjian pemantauan yang baru saja habis masa berlakunya sebulan, kedua belah pihak mengatakan pada Senin (24/5/2021), untuk menghindari keruntuhan yang dapat memicu pembicaraan yang lebih luas untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 ke dalam krisis.
Baca Juga
Mantan Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat dari kesepakatan pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi.
Stephen Brennock dari pialang minyak PVM mengatakan, bahkan jika volume besar minyak mentah Iran kembali ke pasar, hal itu tidak mungkin menghentikan penurunan stok minyak global,
"Pasokan tambahan dari Teheran siap diserap oleh pasar sebagai akibat dari lonjakan permintaan vaksin selama beberapa bulan mendatang," tambahnya.
"Permintaan minyak telah bertahan jauh lebih baik dari yang diperkirakan banyak orang dan kemungkinan akan meningkat selama bulan-bulan musim panas karena ekonomi belahan bumi utara sepenuhnya terbuka," kata analis di UBS dalam sebuah catatan pada Senin (24/5/2021).