Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup terdepresiasi pada perdagangan pertama awal pekan ini, Senin (12/4/2021).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terdepresiasi 0,21 persen atau 30 poin menjadi Rp14.595 per dolar AS. Sejak awal tahun rupiah melemah 3,88 persen.
Di sepanjang hari perdagangan terpantau mata uang garuda bergerak pada rentang Rp14.575 - Rp14.620.
Sementara itu, rupiah menyentuh posisi Rp14.631 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, turun 51 poin dari Rp14.580 pada Jumat (9/4).
Rupiah tidak melemah sendirian hari ini. Won Korea Selatan tertekan sebesar 0,34 persen, rupee India turun 0,23 persen dan Bhat Thailand turun paling dalam 0,60 persen di kawasan Asia Pasifik.
Sementara itu, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau menguat 0,11 persen menjadi 92.270.
Baca Juga
Sebelumnya, Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan belakangan ini rupiah cukup tertekan karena faktor musiman permintaan korporasi akan dolar AS yang tinggi pada April - Mei. Adapun, periode tersebut merupakan musim pembagian dividen dari perusahaan multinasional.
“Selain itu, kegiatan impor cenderung juga mulai menunjukkan arah positif seiring dengan aktivitas manufaktur domestik yang terus ekspansif juga turut berkontribusi untuk permintaan valas,” kata Faiz kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Di sisi lain, tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun atau US Treasury yang mulai turun sehingga mendorong aliran modal masuk ke pasar obligasi Tanah Air disebut bisa menjadi penahan laju pelemahan rupiah. Namun, perlu diingat bahwa inflow tersebut akan terjadi bertahap.
Dari dalam negeri, peran bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar juga akan dicermati oleh pelaku pasar.
“Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kami melihat potensi pelemahan rupiah untuk beberapa waktu masih akan berlanjut dengan rentang Rp14.500 - Rp14.600,” tutup Faiz.