Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Melemah Lagi, Kurs Jisdor Sentuh Rp14.476 per Dolar AS

Kurs Jisdor melemah 64 poin atau 0,44 persen dari posisi kemarin, Kamis (19/3/2021) Rp14.412 per dolar AS. 
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kurs rupiah menyentuh posisi Rp14.476 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Jumat (19/3/2021)

Data yang diterbitkan Bank Indonesia pagi ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.476 per dolar AS, melemah 64 poin atau 0,44 persen dari posisi kemarin, Kamis (19/3/2021) Rp14.412 per dolar AS. 

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terpantau melemah 55 poin atau 0,38 persen ke level Rp14.465 per dolar AS pada pukul 10.10 WIB, setelah dibuka di level Rp14.420.

Sementara indeks dolar AS yang mengukur pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau menguat 0,03 poin atau 0,04 persen ke level 91,89.

Mata uang Garuda kembali kehilangan tenaganya setelah terapresiasi pada perdagangan kemarin.

Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan penguatan rupiah pada hari kemarin didorong oleh apresiasi pelaku pasar setelah mendengar komentar dovish dari Bank Sentral AS (Federal Reserve) dan keputusan suku bunga dipertahankan di level 3,5 persen oleh Bank Indonesia.

Rupiah bisa menguat [lagi] jika pada perkembangannya kenaikan yield Treasury AS dapat membuat kondisi keuangan di AS mengetat sehingga The Fed melakukan intervensi atau BI lebih agresif dalam triple intervention-nya,” jelas Faiz kepada Bisnis, Kamis (18/3/2021).

Baru-baru ini, Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengeluarkan pernyataan yang menjangkar ekspektasi inflasi dari pelaku pasar.

Sebelumnya, lanjut Faiz, Powell hanya menyatakan bakal membiarkan inflasi menguat (running hot) karena sifat inflasi itu diperkirakan hanya sementara akibat kejutan penawaran (supply shock) dan efek suku bunga rendah.

Selain itu, penekanan The Fed bahwa tapering off masih akan jauh juga membuat pelaku pasar lebih tenang. Hal itu tercermin dari yield Obligasi AS tenor 10 tahun atau US Treasury yang turun dari titik tertingginya setelah FOMC berakhir.

“[Namun], kami melihat potensi tekanan dari eksternal masih akan ada karena kebutuhan penerbitan obligasi AS masih besar sementara The Fed belum ada indikasi untuk intervensi operasional,” imbuh Faiz.

Kendati demikian, cadangan devisa yang tinggi dan surplus neraca perdagangan di Indonesia dinilai seharusnya dapat menopang tekanan tersebut.

Faiz mengingatkan pelaku pasar harus mencermati tekanan rupiah baru akan terjadi pada semester kedua jika pemulihan ekonomi berlanjut yang seterusnya akan meningkatkan impor.

“Oleh karena itu rupiah masih akan bergerak dalam rentang Rp14.350–Rp14.450,” kata Faiz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper