Bisnis.com, JAKARTA – Pernyataan dari Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) mengenai tidak ada indikasi untuk mengerek suku bunga acuan hingga 2023 menjadi angin segar bagi pergerakan mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mengutip Bloomberg pada Kamis (18/3/2021), nilai tukar rupiah terapresiasi 0,12 persen ke level Rp14.410 per dolar AS. Sejak awal tahun, rupiah masih terdepresiasi 2,56 persen.
Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin mengatakan Bank Indonesia kemungkinan akan mengikuti langkah Bank Sentral AS (Federal Reserve) yang mengeluarkan pernyataan tidak ada indikasi menaikkan suku bunga acuan hingga 2023.
Adapun Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level terendah sepanjang sejarah 3,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2021.
“Dengan demikian ketakutan pasar akan naiknya yield obligasi pemerintah AS seharusnya berkurang dan tekanan terhadap rupiah berkurang,” kata Ferry dalam catatan, Kamis (18/3/2021).
Dengan demikian, Ferry memperkirakan rupiah bisa kembali menguat pada tahun ini setelah cukup tertekan di sepanjang 2020.
Baca Juga
Dia pun melihat tahun ini akan menjadi tahun bagi aset-aset berisiko dan orang akan meninggalkan kas. Pasalnya, percepatan peluncuran Vaksin Covid-19 di negara-negara maju akan mendorong pemulihan ekonomi pada paruh kedua tahun ini hingga awal 2022.
Dari kawasan Asia, China tampil sebagai pemimpin dalam hal ekspansi yang terlihat dari gelontoran investasi langsung (direct investment) di berbagai negara di Benua Kuning.