Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah emiten logam memasang target pertumbuhan produksi seiring dengan prospek positif harga komoditas.
Salah satu emiten komoditas logam, PT Aneka Tambang Tbk., menargetkan pertumbuhan kinerja produksi dan penjualan untuk komoditas nikel lebih dari 50 persen pada 2021.
SVP Corporate Secretary Aneka Tambang Kunto Hendrapawoko mengatakan bahwa perseroan menargetkan volume produksi bijih nikel pada 2021 sebesar 8,44 juta wet metric ton (wmt). Jumlah itu naik 77 persen dibandingkan dengan capaian produksi bijih nikel unaudited 2020 yang hanya sebesar 4,76 juta wmt.
Dia mengatakan, peningkatan produksi bijih nikel tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik feronikel perseroan dan mendukung penjualan kepada pelanggan domestik.
Selain itu, emiten berkode saham ANTM itu juga menargetkan penjualan bijih nikel 2021 naik 104 persen menjadi 6,71 juta wmt. Pada 2020, penjualan bijih nikel unaudited ANTM hanya mencapai 3,3 juta wmt.
“Peningkatan target penjualan itu juga seiring dengan outlook pertumbuhan industri pengolahan nikel di dalam negeri,” ujar Kunto seperti dikutip dari keterangan resminya pada Senin (15/2/2021).
Baca Juga
Target agresif itu juga berlaku untuk komoditas bijih bauksit. Produksi 2021 ditargetkan tumbuh 93 persen menjadi 3 juta wmt dari capaian 2020 sebesar 1,55 juta wmt.
Selanjutnya, untuk penjualan bijih bauksit ditargetkan naik 122 persen menjadi 2,73 juta wmt pada 2021, jauh lebih tinggi dari realisasi penjualan 2020 sebesar 1,23 juta wmt. Peningkatan produksi dan penjualan itu untuk memenuhi permintaan pelanggan dan sebagai produksi alumina.
Sementara itu, PT Timah Tbk (TINS) juga optimistis produksi tahun ini akan meningkat. TINS menargetkan volume produksi tahun 2021 dapat mencapai lebih dari 50.000 ton, atau lebih tinggi daripada estimasi produksi pada 2020.
TINS juga menargetkan penjualan timah pada 2021 sekitar 92 persen dari produksi atau setara 46.000 ton.
Sekretaris Perusahaan TINS, Muhammad Zulkarnaen mengatakan, perseroan optimistis industri logam mineral, terutama komoditas timah, semakin membaik pada tahun ini seiring dengan tren kenaikan harga timah global.
Dia juga menjelaskan bahwa pertumbuhan konsumsi logam timah dunia pada tahun ini juga diprediksi naik 3,6 persen atau sekitar 353.900 ton dibandingkan dengan konsumsi 341.6500 ton pada 2020.
Selain itu, perseroan juga mengalokasikan capital expenditure (capex) sekitar Rp1,9 triliun yang akan berasal dari kas internal dan penggunaan long term financing. Dari total itu, sekitar 94 persen untuk biaya investasi perseroan sedangkan 6 persennya dialokasikan untuk entitas anak usaha.
“Sebagian besar di Timah, capex akan digunakan untuk perluasan kapasitas untuk meningkatkan produksi dan sisanya untuk pengembangan usaha dan lain-lain,” ujar Zulkarnaen beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) memproyeksi volume produksi perseroan akan berada di tingkat yang lebih rendah daripada 2020 maupun 2019.
Direktur Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, penurunan tersebut terjadi seiring dengan proyek rebuild furnace 4, yang berlangsung pada Mei hingga awal November 2021 mendatang.
“Target produksi 2021 yang jelas akan di bawah 70.000 ton karena furnace 4 akan dibangun ulang,” katanya beberapa waktu lalu.