Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anjlok Terus dalam 6 Sesi, Bagaimana Laju IHSG Esok Hari?

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan terkonsolidasi pada perdagangan esok, Jumat (28/1/2021).
Karyawan memotret layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (23/11/2020). Bisnis/Abdurachman
Karyawan memotret layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (23/11/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan terkonsolidasi pada perdagangan esok, Jumat (29/1/2021). Indeks sudah terkapar selama enam sesi beruntun.

Berdasarkan data Bloomberg,  IHSG ditutup ditutup melemah 129 poin atau 2,12 persen ke level 5.979,38. Tidak hanya meninggalkan level 6.000, kinerja indeks hari ini secara kumulatif anjlok 7 persen sejak 20 Januari 2021.

CEO Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 5.901 hingga 6.156 pada perdagangan esok. Dia menyebut, pola gerak IHSG masih dibayangi oleh gelombang tekanan yang terlihat belum akan berakhir.

Di samping itu sentimen dari pergerakan saham global dan regional juga turut membayangi pergerakan IHSG. Adapun rilis kinerja emiten di tahun 2020 yang masih akan mempengaruhi laju indeks dalam beberapa waktu ke depan. 

‘IHSG berpotensi terkonsolidasi,” tulis William dalam laporan riset harian Indosurya Sekuritas, Kamis (28/1/2021).

Pada perdagangan esok, Indosurya Sekuritas memberikan rekomendasi tujuh saham untuk dicermati para investor. Ketujuh saham itu yakni BBCA, ASII, KLBF, dan ICBP. Kemudian JSMR, ITMG, dan ERAA.

Di sisi lain, ada beberapa faktor yang menyebabkan IHSG tersungkur selama enam sesi beruntun. Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menjelaskan pelemahan IHSG belakangan ini dipengaruhi oleh tren perdagangan spekulatif.

Tren tersebut mendorong membawa harga saham naik terlalu cepat. Alhasil, penurunan mayoritas harga saham belakangan ini bisa terjadi karena investor merealisasikan keuntungan (profit taking).

“Sepertinya di Indonesia agak mirip di AS [Amerika Serikat], disinyalir banyak speculative trading yang mengangkat harga naik terlalu cepat untuk beberapa saham yang kemudian sekarang koreksi,” kata Farash kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).

Di sisi lain, Farash melihat pasar saham masih kekurangan sentimen positif yang dapat mengangkat harga.  Terlebih beberapa hari terakhir lebih banyak berita lonjakan kasus Covid-19 yang berisiko menghambat pemulihan bisnis tahun ini.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper