Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasihat Lo Kheng Hong untuk Investor Saham Pemula

Menurut Lo Kheng Hong, investor saham pemula sebaiknya tidak terpengaruh untuk membeli saham tertentu karena ajakan dari influencer.
Investor saham yang dijuluki Warren Buffet Indonesia Lo Kheng Hong memaparkan materinya pada acara Mega Talkshow Investasi 2020 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Sabtu (7/3/2020). Bisnis/Rachman
Investor saham yang dijuluki Warren Buffet Indonesia Lo Kheng Hong memaparkan materinya pada acara Mega Talkshow Investasi 2020 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Sabtu (7/3/2020). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham saat ini mulai dibanjiri investor ritel yang berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2021, jumlahnya sudah mencapai 4 juta single investor identification (SID).

Hal ini menjadikan pasar lebih dinamis. Bahkan, mulai bermunculan influencer yang memengaruhi masyarakat untuk membeli saham tertentu.

Namun, fenomena ini tidak melulu positif. Fenomena ini pun turut menarik perhatian investor kawakan Lo Kheng Hong. Menurutnya, investor saham pemula sebaiknya tidak terpengaruh untuk membeli saham tertentu karena ajakan dari influencer.

“Jangan membeli karena influencer. Jangan membeli karena teman, karena influencer yang saya dengar membeli saham yang valuasinya sangat mahal. Influencer yang membeli saham itu satu saham price to earning ratio 162 kali dan price to book value 10 kali,” katanya beberapa waktu lalu.

PER merupakan rasio harga saham terhadap laba bersih per saham suatu emiten. Rasio ini merupakan salah satu cara menghitung valuasi saham yang populer dan tidak terlalu rumit untuk mengukur mahal atau murahnya sebuah saham.

Sederhananya, makin tinggi nilai PER, harga saham suatu emiten dianggap makin mahal. Kecil peluang saham tersebut dapat meningkat lagi harganya secara wajar. Demikian pun sebaliknya, makin kecil PER, makin murah valuasinya, makin besar ruang bagi potensi kenaikan harga.

Sementara itu, PBV adalah rasio harga saham dibandingkan dengan nilai buku emiten. Nilai buku bisa dihitung dengan rumus total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. PBV yang rendah menunjukkan harga saham yang masih murah atau undervalued, sedangkan PBV yang tinggi menunjukkan harga saham sudah cukup mahal.

Menurut Lo Kheng Hong, ketika PER dan PBV saham suatu emiten sudah mencapai angka ratusan, hal itu mengerikan. Hal inilah yang tidak banyak dimengerti oleh orang awam dan investor pemula.

“Apalagi yang influencer ini follower-nya banyak sekali. Wah jangan-jangan orang beli, saya ikut beli. Padahal PER 162 kali dan PBV 120 kali. Kita harus membeli sesuatu yang kita tahu. Jangan pernah membeli kucing dalam karung,” ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa bursa saham itu tidak kenal ampun sehingga sangat tidak disarankan ketika membeli saham yang tidak diketahui fundamentalnya. Ujungnya mesti penyesalan, begitu kata Lo.

Investor terkemuka ini pun memberikan saran untuk memilih emiten-emiten yang jujur, berintegritas, serta dari bidang usaha yang baik.

“Jangan membeli perusahaan yang dikelola tidak jujur dan tidak berintegritas, jangan pernah sentuh. Ingat itu nomor satu,” imbuhnya.

Lo mencontohkan bidang usaha yang buruk adalah industri maskapai. Saat ini, salah satu emiten di industri ini adalah PT Garuda Indonesia Tbk. (Persero).

“GIAA tahun 2017 itu rugi US$213 juta, itu tidak ada pandemi. Tiket paling mahal, penumpangnya banyak, tetapi rugi perusahaan US$213 juta dolar,” terangnya.

Adapun pada 2018, GIAA kembali merugi US$175 juta. Pada 2019, GIAA berhasil untung US$6,98 juta. Namun, memasuki pandemi, per kuartal III/2020, GIAA rugi hingga US$1,13 miliar.

“September 2020 sedang pandemi, Garuda rugi US$1 miliar. Ya ampun, rugi US$1 miliar! Tidak pandemi rugi, lagi pandemi babak belur. Jadi, jangan membeli bidang usaha tidak bagus,” katanya.

Tidak saja di Indonesia, bisnis maskapai secara global pun mengalami tekanan yang serius, apalagi selama pandemi. Sebagai contoh, maskapai asal Hongkong, Cathay Pacific Airways Ltd, melaporkan kerugian 9,87 miliar dolar Hong Kong atau setara US$1,27 miliar pada paruh pertama 2020. Analis memperkirakan rata-rata kerugian setahun penuh sebesar 18,3 miliar dolar Hong Kong atau sekitar US$2,5 miliar.

Demikian juga Singapore Airlines yang melaporkan kerugian bersih 3,46 miliar dolar Singapura setara US$2,57 miliar hingga kuartal III/2020.

Berdasarkan Laporan Kinerja Ekonomi Industri Airlines Global periode Juni 2020 yang dipublikasikan oleh IATA, kerugian bersih industri airlines global akibat pandemi sebesar US$84,3 miliar.

Bukan industri penerbangan saja yang dihindari Lo Kheng Hong. Pria yang dijuluki Warren Buffet dari Indonesia ini juga mengaku menghindari saham perusahaan konstruksi, termasuk BUMN karya, sebab rasio utangnya umumnya sangat tinggi.

“Kebetulan saya sama sekali tidak punya sektor infrastruktur ini. WSKT, WIKA, ADHI, saya tidak punya. Kenapa? Karena saya takut beli perusahaan infrastruktur, utangnya bisa Rp50 triliun, ngeri banget. Tidak berani saya,” ungkapnya.

Bagi Lo, emiten yang ideal untuk menjadi tujuan investasi adalah emiten yang memiliki utang kecil, tetapi kas yang berlimpah.

“Lihat perusahaan yang utangnya gede, mundur dulu deh. Cari yang aman dulu. Kalau bisa cari perusahaan yang tidak ada utang, kasnya banyak, utangnya nol. Itu baru perusahaan paling aman,” terangnya.

Lo menyarankan agar investor di pasar saham sejak awal harus memiliki horizon investasi untuk jangka panjang, bukannya hanya mengejar keuntungan tipis dari tren pergerakan harga sesaat.

Bahkan, menurutnya, jika seorang investor sudah berhasil menemukan saham terbaik berdasarkan hasil analisis fundamental yang tepat, sebaiknya disimpan untuk selama-lamanya.

Dirinya juga mengingatkan investor di pasar saham agar selalu akrab dengan laporan keuangan perusahaan. Bagi Lo sendiri, laporan keuangan dan laporan tahunan emiten adalah santapan wajibnya setiap hari.

“Kalau kita tidak pernah membaca annual report, tidak pernah membaca laporan keuangan, saya yakin kita akan menjadi investor yang bodoh terus dan kehilangan uang sampai habis karena kita membeli kucing dalam karung. Tidak ada jalan lain, hanya ada satu jalan,” jelas Lo Kheng Hong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper