Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga berpeluang menguat seiring dengan prospek aktivitas ekonomi China yang meningkatkan volume permintaan.
Berdasarkan data westmetal, harga tembaga LME bertengger di level US$7.894 per ton pada perdagangan Senin (18/1/2021). Adapun pada penutupan perdagangan pekan lalu, harga tembaga turun 1,24 persen ke posisi US$7.949 per ton.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan peluang penguatan tembaga sepanjang 2021 masih terbuka. Salah satu katalis positif harga tembaga adalah kebijakan pemerintah China yang mengucurkan stimulus di sektor manufaktur.
“Hal ini juga dibantu oleh kenaikan tingkat konsumsi tembaga di China untuk pembangunan proyek-proyek yang sempat tertunda akibat pandemi ataupun proyek-proyek baru,” katanya.
Pembangunan proyek tersebut akan membuat permintaan terhadap komoditas seperti tembaga di China mengalami kenaikan. Komoditas tembaga memegang peranan penting dalam laju perekonomian China dengan estimasi konsumsi sebesar 24 juta ton atau hampir 50 persen dari angka konsumsi tembaga global.
Lebih lanjut, rencana pemerintah China untuk mengembangkan industri mobil listrik juga semakin mencerahkan outlook harga komoditas tembaga. Pembuatan mobil listrik teknologi yang efisien umumnya akan menggunakan tembaga dalam jumlah yang besar untuk membuat komponen-komponen seperti baterai.
Baca Juga
Kebijakan China lainnya yang akan melambungkan nilai tembaga berasal dari sektor lingkungan. Pemerintah China telah mengumumkan rencana pengembangan sumber energi tanpa emisi seperti sinar matahari dan tenaga angin.
Rencana pembangunan pembangkit listrik tersebut akan kian meningkatkan permintaan terhadap tembaga. Wahyu mengatakan, tembaga merupakan salah satu komoditas non logam mulia yang dapat menjadi konduktor listrik yang baik.
Wahyu menjelaskan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang, harga tembaga masih berpotensi naik. Hal tersebut juga ditambah dengan distribusi vaksin virus corona dan pembukaan kembali kegiatan ekonomi setelah vaksin tersebut digunakan.
“Kemungkinan range harga untuk kuartal I/2021 berada di level US$6.500 hingga US$10.000 per ton,” ujarnya, Senin (18/1/2021).
Laporan dari analis Bank of America, Michael Widmer dan Francisco Blanch menyebutkan, minimnya pasokan dunia akan berimbas pada defisit ketersediaan tembaga. Hal tersebut juga diperburuk dengan terganggunya proses distribusi karen pandemi virus corona.
Selain itu, laporan tersebut juga memperkirakan harga tembaga akan berada di kisaran US$9.500 per ton pada kuartal IV/2021 mendatang. Reli harga tembaga akan dimotori oleh sentimen paket stimulus, kenaikan inflasi, serta pemulihan ekonomi di wilayah Eropa dan Amerika Serikat.
Widmer dan Blanch menjelaskan, kebijakan pemerintah AS terkait perubahan iklim patut dicermati oleh pasar. Pasalnya, usaha pengurangan emisi karbon dari Negeri Paman Sam akan semakin menggairahkan harga tembaga.
“Upaya pengurangan emisi karbon menimbulkan sentimen bullish bagi komoditas logam dasar, termasuk tembaga. Hal ini membuat tembaga berpeluang menembus level harga US$10.000 per ton dalam beberapa waktu ke depan,” demikian kutipan laporan tersebut.
Selain itu, Bank of America juga memperkirakan harga rata-rata tembaga sepanjang 2021 adalah US$8.725 per ton. Prediksi ini naik 15 persen dibandingkan laporan Bank of America sebelumnya.