Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah diprediksi melemah seiring dengan minimnya sentimen pada pekan depan.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang garuda ditutup stagnan pada posisi Rp14.170 per dolar AS pada perdagangan Jumat (13/11/2020).
Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), data yang diterbitkan Bank Indonesia menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.222 per dolar AS, melemah 35 poin atau 0,25 persen dari posisi Rp14.187 pada Kamis (12/11/2020).
Di sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama terpantau melemah 0,208 poin atau 0,22 persen ke level 92,755 pada penutupan perdagangan pekan ini.
Pelemahan itu membuat kinerja mata uang Asia turut menguat yang dipimpin oleh peso Filipina yang terapresiasi 0,55 persen.
Selama sepekan terakhir, rupiah memang menguat 40 poin atau 0,28 persen dari posisi Rp14.210 pada Jumat (6/11/2020). Penguatannya pada awal pekan ini juga menunjukkan performa terbaik di antara beberapa mata uang negara Asia lainnya, sebelum akhirnya berangsur melemah dalam dua hari terakhir perdagangan.
Tim riset Monex Investindo Futures dalam risetnya menyebutkan bahwa pelemahan indeks dolar dikarenakan antusiasme investor terhadap vaksin Covid-19 diredam oleh gelombang kedua virus Covid-19 di Amerika Serikat dan Eropa.
Hal ini membuat bankir sentral top dunia akhirnya mengambil langkah berhati-hati terhadap prospek pemulihan ekonomi.
Pedagang pasar mata uang juga menjadi lebih menghindari risiko pada dua hari perdagangan terakhir setelah kepala Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa (ECB) menekankan bahwa prospek ekonomi tetap tidak pasti. Seorang analis FX di CIBC, mengatakan bahwa pasar terjebak di antara harapan untuk vaksin di masa depan dan realitas angka Covid-19 saat ini. Ini merupakan berita negatif terkait kenaikan jumlah kasus virus mematikan tersebut sehingga menyebabkan sedikit dinamika risk-off di pasar.
Lebih lanjut, Kepala riset dan edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan rupiah berkonsolidasi setelah penguatan yang cukup signifikan selama beberapa hari belakangan.
“Terakhir sentimen negatif datang dari meningginya kasus Covid-19 yang bisa melambatkan ekonomi global,” ungkap Ariston kepada Bisnis, Jumat (13/11/2020).
Menurutnya, selain sentimen negatif kasus Covid-19, pasar juga masih menantikan kepastian hasil pemilu di Amerika Serikat yang bisa memberikan sentimen positif ke pasar.
“[Nilai tukar rupiah pekan depan] mungkin di kisaran Rp14.050-14.250,” sambungnya.
Sementara, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan rupiah bergerak cenderung menguat terutama di awal pekan ini yang didorong oleh kepastian kemenangan Biden.
Sentimen itu kemudian diperkuat oleh optimisme terkait vaksin yang dilaporkan sudah cukup efektif untuk mengatasi virus Covid-19.
“Namun, pada 2 hari terakhir, penguatan rupiah cenderung terbatasi akibat pudarnya euforia kemenangan Biden di pasar,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (15/11/2020).
Selain itu, kenaikan angka kasus Covid-19 di berbagai belahan dunia juga dianggapnya menjadi penekan penguatan rupiah di pekan ini.
Dia memprediksi rupiah masih berpotensi mengalami pelemahan seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 global termasuk Indonesia pada pekan depan.
“Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran 14.200-14.300,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet melihat pergerakan nilai tukar rupiah relatif stagnan cenderung melemah selama beberapa hari terakhir perdagangan.
“Memang saya kira saat ini nilai tukar berada dalam periode konsolidasi setelah seminggu terakhir berada dalam penguatan,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (13/11/2020).
Menurutnya, pergerakan mata uang garuda akan bergerak volatil dengan kecenderungan melemah pada pekan depan. Minimnya sentimen yang akan menggerakan nilai tukar rupiah pada pekan depan dianggap sebagai salah satu alasannya.
“Saya kira konsolidasi nilai tukar akan terjadi tapi kecenderungan melemah di kisaran Rp14.200 sampai Rp14.300,” tutupnya.