Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Logam Menurun, Nikel Paling Prospektif

Pada kuartal IV/2020, harga nikel masih akan menguji kisaran US$15.800 per ton. Peluang nikel menembus level US$16.000 per ton pun masih cukup terbuka.
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA – Nikel masih mampu bertahan ditengah penurunan harga sejumlah komoditas seiring dengan kejelasan vaksin virus corona. Tren positif tersebut diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun.

Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (10/11/2020) harga emas Comex kontrak Desember 2020 sempat anjlok 4,58 persen atau turun US$97,30 ke level US$1,854,40 per troy ounce. Harga merosot tajam setelah emas mencatatkan kenaikan mingguan terbesarnya dalam tiga bulan pada hari Jumat.

Penurunan tersebut dipicu oleh laporan positif tentang kandidat vaksin yang membuat dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah lebih tinggi, sehingga menekan emas batangan.

Dalam laporannya pada hari Senin waktu setempat, Pfizer dan BioNTech mengatakan kandidat vaksin COVID-19 mereka 90 persen efektif mencegah Covid-19, yang berasal dari jenis baru virus corona.

Setelah pengumuman tersebut, harga emas sempat anjok hingga 5,2 persen. Munculnya kabar vaksin ini berimbas pada prospek stimulus fiskal yang kemungkinan akan hadir dalam jumlah yang lebih kecil guna menghadapi dampak pandemi virus corona.

Penurunan harga tersebut juga diikuti oleh sejumlah komoditas logam lain. Harga tembaga berjangka di pasar London Metal Exchange (LME) terpantau turun 30,50 poin atau 0,44 persen di posisi US$6.916 per metrik ton.

Sementara itu, harga aluminium terkoreksi 8 poin atau 0,42 persen ke level US$1.893,50 per metrik ton. Harga timah juga turun 0,41 persen atau 75 poin ke kisaran US$18.285 per metrik ton.

“Kemunculan vaksin virus corona mengakibatkan berkurangnya kebutuhan terhadap paket stimulus dalam jumlah besar seiring dengan pembukaan kembali kegiatan perekonomian global,” jelas Head of Commodity Strategy Saxo Bank A/S Ole Hansen dikutip dari Bloomberg.

Di sisi lain, harga nikel masih mampu mencatatkan kenaikan. Berdasarkan data dari laman LME, harga nikel terpantau bertahan di level US$15.862 per ton.

Harga komoditas nikel juga menunjukkan tren penguatan dalam seminggu terakhir setelah ditutup pada level US$15.113 per ton pada Senin (2/11/2020) pekan lalu.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono menjelaskan, sentimen vaksin virus corona sebenarnya sudah diperhitungkan (priced-in) oleh para pelaku pasar. Hal tersebut menyebabkan terjadinya koreksi pada sejumlah komoditas seperti emas dan tembaga.

“Dalam jangka pendek, koreksi pada komoditas ini masih wajar. Namun, ke depannya masih ada isu isu fundamental yang dapat menekan dolar AS sehingga komoditas tersebut masih dapat kembali menguat,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu faktor ketahanan harga nikel adalah kenaikan permintaan dari China yang tengah mengembangkan industri kendaraan listrik dan juga sumber energi alternatif.

Wahyu menjelaskan, guna mengembangkan sektor-sektor tersebut, China akan memerlukan pasokan nikel dalam jumlah besar sebagai bahan baku sejumlah komponen seperti baterai, konduktor, dan lainnya.

Di sisa tahun 2020, Wahyu mengatakan tren penguatan harga nikel masih dapat berlanjut. Salah satu faktor penopang harga nikel adalah terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat.

Wahyu menjelaskan, serupa dengan China, Biden telah mengumumkan rencananya untuk mengembangkan sumber energi alternatif apabila terpilih sebagai pemimpin Negeri Paman Sam.

“Biden juga aktif menyuarakan rencana New Green Deal miliknya. Hal tersebut membuat respon para pelaku pasar terhadap nikel sejauh ini masih cukup baik,” katanya.

Meski demikian, Wahyu menilai, penemuan vaksin yang efektif kemungkinan akan mempersulit adanya stimulus fiskal dalam jumlah besar. Pasalnya, hal ini akan mendapat tantangan besar dari Partai Republik yang saat ini masih memegang suara mayoritas di Senat AS.

Ia melanjutkan, kegagalan Partai Demokrat merebut sejumlah kursi pada Senat AS dapat menghambat implementasi sejumlah rencana yang telah dicanangkan Biden, seperti pengembangan energi terbarukan. Kekurangan stimulus fiskal tersebut akan membuat tingkat pemulihan ekonomi di AS menjadi kurang maksimal.

Di sisi lain, minimnya stimulus dari pemerintah dinilai akan membuka jalan bagi bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk mengeluarkan paket stimulusnya.

Hal tersebut juga ditambah dengan langkah yang dilakukan The Fed sejauh ini masih mendukung kenaikan harga komoditas. The Fed menggunakan target rata-rata inflasi yang diperoleh dapat melewati 2 persen tanpa harus mengubah kebijakannya.

Kebijakan tersebut sangat akomodatif dan dapat memicu pelemahan dolar AS serta menguatkan lawan dolar AS seperti mata uang lain dan komoditas seperti nikel. Kondisi-kondisi tersebut mengarah kepada skenario yang mendukung terjadinya reflationary trade.

“Harapan pelaku pasar akan paket stimulus moneter dari The Fed akan mendukung sentimen bullish komoditas seperti nikel dan akan mempertahankan reflationary trade yang melemahkan nilai dolar AS,” paparnya.

Wahyu memprediksi pada kuartal IV/2020, harga nikel masih akan menguji kisaran US$15.800 per ton. Peluang nikel menembus level US$16.000 per ton pada akhir tahun pun masih cukup terbuka.

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, kabar perkembangan vaksin virus corona menjadi sentimen positif bagi harga nikel. Ibrahim menjelaskan, dengan adanya kejelasan terkait penemuan dan distribusi vaksin, kepercayaan diri pelaku pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi global yang lebih cepat akan meningkat.

“Kejelasan vaksin virus corona kedepannya akan menggairahkan pasar komoditas, termasuk nikel,” katanya.

Ia mengatakan, harga nikel akan mengalami kenaikan di sisa tahun 2020. Meski demikian, penguatan tersebut diproyeksikan terbatas. Nikel kemungkinan akan menguji level US$16.650 per ton dan masih berpeluang menutup tahun di level US$18.000 per ton.

Sebelumnya, laporan Commodity Markets Outlook yang dirilis oleh Bank Dunia menyatakan, prospek positif harga nikel salah satunya didukung oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap terhambatnya pasokan. Larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan Indonesia pada Januari lalu berimbas pada terbatasnya bahan baku yang dibutuhkan China untuk membuat nickel pig iron (NPI).

Di sisi lain, pandemi virus corona juga dinilai berperan terhadap terbatasnya pasokan nikel dunia. Pasokan nikel yang masuk ke China dari Filipina yang merupakan kontributor nikel terbesar e negara tersebut terhambat akibat penutupan sejumlah tambang ditengah pandemi yang tengah terjadi.

Kendati demikian, impor NPI dengan harga rendah dari Indonesia dinilai mampu mengimbangi terhambatnya pasokan dari Filipina. Hal tersebut terlihat dari kenaikan impor NPI harga rendah dari Indonesia yang dilakukan China.

“Kebijakan ini diperkirakan akan mempu mengimbangi berkurangnya output NPI China,” demikian kutipan laporan tersebut.

Riset dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyebutkan tingkat permintaan nikel dunia akan terus meningkat. Salah satu faktor penopangnya ialah melonjaknya produksi baja dari China guna memenuhi permintaan domestik dalam program one-belt-one-road.

Selain itu, terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS juga akan melambungkan tingkat permintaan nikel. Para pelaku pasar tengah menanti langkah yang diambil Biden untuk mengembangkan sumber energi terbarukan yang memerlukan nikel sebagai bahan bakunya.

Lebih lanjut, rencana sejumlah negara yang hendak mengembangkan kendaraan listrik juga dapat berimbas positif bagi tingkat permintaan komoditas tersebut.

“Sentimen-sentimen tersebut akan berimbas pada kenaikan harga nikel dalam beberapa waktu ke depan,” demikian kutipan riset tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper