Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akan menjadi anak usaha PT Survai Udara Penas (Persero) dalam proses pembentukan holding badan usaha milik negara pariwisata dan pendukung.
Rencana pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) pariwisata dan pendukung terus bergulir. Komposisi induk dan anggota dari kelompok usaha pelat merah ini merupakan penambahan dari rencana holding BUMN di bidang sarana dan prasarana penerbangan yang sebelumnya direncanakan pada 2019.
Awalnya, holding itu akan beranggotakan PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pelita Air Services, dan PT Survai Udara Penas (Persero) sebagai induk.
Namun, Kementerian BUMN di bawah komando Menteri BUMN Erick Thohir melakukan perubahan terhadap komposisi itu.
Erick mengubah skema penggabungan dari BUMN penerbangan dan pariwisata menjadi BUMN pariwisata dan pendukung. Survai Udara Penas tetap menjadi induk holding.
Adapun, anggota atau sub holding bertambah denga masuknya PT Hotel Indonesia Natour (Persero), dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero), hingga PT Sarinah (Persero).
Baca Juga
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan Survai Udara Penas akan menjadi induk holding. Menurutnya, entitas itu akan menggantikan kepemilikan saham pemerintah di perseroan.
Irfan mengklaim pembentukan holding akan mendorong sinergi yang lebih baik untuk kepentingan seluruh peserta. Kendati demikian, pihaknya belum menjabarkan secara detail bentuk kolaborasi yang akan dijalankan.
“Macam-macam sinergi, memastikan gedein pariwisata,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (9/11/2020).
Irfan baru-baru ini mengatakan rencananya holding akan terbentuk pada akhir tahun. Pihaknya optimistis pembentukan akan berdampak positif bagi pariwisata Indonesia.
Berdasarkan catatan Bisnis, ambisi pembentukan holding di sektor penerbangan telah mengemuka sejak 2019. Kementerian BUMN era Rini M. Soemarno saat itu berambisi kelompok usaha itu mampu menjadi pemain di luar negeri.
Salah satu mimpi yang ingin diwujudkan yakni dengan menjadi operator bandara di negara Asia. Kelompok usaha itu dapat mengikuti tender seperti di Filipina dan Thailand.
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham GIAA terbang 6,61 persen ke level Rp258 pada akhir sesi pertama Senin (9/11/2020). Investor asing mencetak net sell atau jual bersih Rp189,49 juta.