Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Konstruksi Tertekan Pandemi, Bagaimana Rekomendasi untuk PTPP?

Potensi divestasi aset milik PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. diharapkan menjadi katalis positif di tengah banyaknya tekanan terhadap kinerja perusahaan pelat merah tersebut tahun ini.
Pekerja mengerjakan proyek pembangunan hunian bertingkat PT PP (Persero) Tbk. di Jakarta, Senin (29/5)./JIBI-Dwi Prasetya
Pekerja mengerjakan proyek pembangunan hunian bertingkat PT PP (Persero) Tbk. di Jakarta, Senin (29/5)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Potensi divestasi aset milik PT PP (Persero) Tbk. diharapkan menjadi katalis positif di tengah banyaknya tekanan terhadap kinerja perusahaan pelat merah tersebut tahun ini.

Kondisi pandemi yang menyebabkan pengerjaan proyek terhambat serta penjualan properti melempem menjadi alasan bagi analis belum merekomendasikan saham PT PP.

Analis J.P. Morgan Sekuritas Indonesia Henry Wibowo dan Arnanto Januri memberikan peringkat underweight untuk saham berkode PTPP tersebut dengan target harga hingga Desember 2021 senilai Rp680 per saham.

“Kami memperkirakan pelemahan berlanjut pada semester II/2020 karena proyek baru belum bisa dimulai dengan kapasitas penuh dan tidak mampu mengimbangi proyek besar yang sudah selesai,” tulis Henry dan Arnanto, seperti dikutip Minggu (25/10/2020).

Henry dan Arnanto menunjukkan beberapa proyek besar yang didapatkan PTPP pada akhir 2019 ternyata tidak bisa menyeimbangi kemerosotan pendapatan dari beberapa proyek yang sudah selesai seperti pembangunan ruas tol Pandaan-Malang, ruas tol Manado-Bitung, dan Bandar Udara Kulonprogo.

Dalam waktu dekat, PTPP juga diharapkan menyelesaikan proyek Pelabuhan Patimban yang memiliki nilaikkontrak Rp5,7 triliun.

Adapun, beberapa proyek utama yang tengah dikerjakan perseroan saat ini adalah jalan tol Semarang-Demak senilai Rp2,6 triliun dan jalan tol Indrapura-Kisaran senilai Rp4 triliun.

Selain itu ada pula proyek pembangunan smelter feronikel dan alumina senilai Rp4 triliun, terminal tangki penyimpanan Nipa senilai Rp5,3 triliun, dan RDMP Balikpapan senilai Rp10,6 triliun.

Dengan selesainya proyek besar dan pengerjaan proyek yang didapatkan tak dapat berjalan mulus pada masa pandemi, pendapatan perseroan diperkirakan masih tertekan pada semester II/2020 dan semester I/2021.

“Akibat Covid-19, proses pembangunan proyek-proyek baru tersebut menjadi lambat, misalnya terkait dengan akuisisi lahan untuk jalan tol, pendanaan untuk proyek smelter, dan isu kebijakan untuk tangki penyimpanan minyak di Nipa."

Sementara itu, kinerja sektor properti dari PT PP Properti Tbk. juga tak banyak membantu sekarang ini. Adapun, emiten berkode saham PPRO tersebut dinilai menjadi salah satu pemberat kinerja PTPP karena berkontribusi sekitar 25 persen - 30 persen terhadap laba bersih.

Tercatat pada semester I/2020, inventori PPRO menggunung senilai Rp8,2 triliun atau setara dengan inventori selama 3,6 tahun. Adapun, rata-rata umur inventori perusahaan properti biasanya sekitar 1,1 tahun.

Inventori yang terbilang tinggi itu merupakan hasil dari pengembangan proyek secara besar-besaran dari PPRO dalam beberapa tahun belakangan ini ditambah pembelian properti sudah relatif lemah sejak 2019.

Keputusan PPRO untuk menawarkan diskon dan pembelian dalam jumlah besar (bulksize) pun menjadi ancaman bagi PTPP karena dapat menurunkan marjin perseroan.

“Risiko neraca keuangan [PPRO] juga menjadi risiko bagi PTPP. PPRO mulai kekuarangan aliran kas,” tulis Henry dan Arnanto.

Namun, di tengah itu semua, masih ada katalis positif bagi PTPP dari sisi divestasi aset. Dalam waktu dekat, PTPP berencana mendivestasikan 14 persen sahamnya di jalan tol Cisumdawu dengan harapan capital gain senilai Rp7,5 miliar .

Beberapa ruas tol yang berada dalam pipeline perseroan a.l. Pelabuhan Kuala Tanjung, tol Pandaan-Malang, dan tol Medan-Kualanamu.

Apabila divestasi tersebut berhasil pada 2021, J.P. Morgan Sekuritas Indonesia memperkirakan bakal ada kenaikan 34 persen terhadap perkiraan Profit After Tax and Minority Interests (PATMI).

Sementara itu, sektor infrastruktur memang menjadi salah satu yang paling tertekan pada masa pandemi. Pasalnya, pembatasan sosial yang diterapkan dalam rangka menahan penyebaran virus menyebabkan sejumlah operasional proyek terganggu.

Walaupun sentimen Omnibus Law bakal mampu menggairahkan sektor infrastruktur di masa depan, selama Covid-19 masih ada dan vaksin belum ditemukan diperkirakan kinerja emiten konstruksi pelat merah belum akan bangkit. Pasalnya, pendanaan dari pemerintah telah digeser untuk penanganan dan sejumlah stimulus Covid-19.

Berdasarkan konsensus analis yang dihimpun Bloomberg, sebanyak 15 analis merekomendasikan beli, 8 analis merekomendasikan tahan, dan 4 analis merekomendasikan jual saham PTPP dengan target harga 12 bulan senilai Rp1.147 per saham.

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper