Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan batu bara, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk., terus meningkatkan kontribusi kinerja dari bisnis non batu bara termal.
Direktur Dian Swastatika Sentosa Adrijanto mengatakan bahwa perseroan melalui anak usaha telah mulai melakukan diversifikasi usaha ke bisnis pertambangan batu bara metalurgi dan emas di tengah tantangan bisnis akibat volatilitas harga batu bara termal.
Emiten berkode saham DSSA itu melalui anak usahanya Golden Investment Ltd. (GI) telah mengakuisisi dua perusahaan tambang batu bara metalurgi dan emas di Australia.
Di bisnis batu bara metalurgi, perseroan dalam proses untuk mengakuisisi saham Stanmore Coal Limited yang hingga saat ini total kepemilikan saham Golden Investment di perusahaan tambang itu sudah mencapai 75,33 persen.
Adapun, estimasi volume produksi batu bara metalurgi adalah 2,1 juta ton untuk sepanjang tahun ini.
Sementara itu, di bisnis pertambangan emas GI membentuk perusahaan joint venture dengan salah satu perusahaan emas yaitu Raven Gold Nominee Pty Ltd dengan tujuan untuk memperlancar proses akuisisi tambang emas Ravenswood milik Carpentaria Gold Pty Ltd (Carpentaria Gold) dan Resolute Mining Limited.
Baca Juga
Untuk periode April hingga Desember 2020, Ravenswood diharapkan dapat memproduksi sekitar 45.000 ounce.
“Kontribusi masih 45.000 ounce karena akuisisi baru dilakukan pada 31 Maret 2020. Baru pada tahun depan, produksi meningkat diharapkan mencapai kurang lebih 120.000 ounce,” papar Andrijanto dalam paparan publik secara virtual, Rabu (21/10/2020).
Andrijanto mengungkapkan perseroan juga akan terus menganalisa setiap peluang bisnis baru di proyek kelistrikan yang dapat memberikan nilai tambah bagi perseroan, termasuk peluang untuk menjajaki bisnis energi baru terbarukan (EBT).
Hal itu pun sejalan dengan langkah pemerintah yang terus mendukung perkembangan teknologi pembangkit batu bara dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan untuk pengembangan listrik berbasis EBT.
Di sisi lain, kendati bisnis batu bara dalam jangka pendek dalam tekanan seiring dengan pandemi Covid-19 dan penerapan lockdown di berbagai negara telah melemahkan harga dan permintaan, perseroan masih optimistis terhadap prospek komoditas itu dalam jangka panjang.
Menurut Andrijanto, batu bara, termasuk jenis termal, masih akan menjadi pemain penting dalam bauran energi negara-negara di dunia.
Prospek ekspor batu bara tetap tinggi dikarenakan permintaan dari pasar China yang masih tetap besar dan didukung meningkatnya permintaan dari pembangkit-pembangkit listrik baru di Asia Tenggara, seperti di Vietnam dan Filipina.
“Perseroan akan terus berupaya memperkuat pemasaran batu bara termal ke pasar domestik dan pasar ekspor seperti China, India, Malaysia dan berupaya menjangkau pasar-pasar baru lainnya di Asia Tenggara,” ujar Andrijanto.
Adapun, pada enam bulan pertama tahun ini, bisnis pertambangan dan perdagangan batu bara masih memiliki kontribusi terbesar terhadap kinerja keseluruhan perseroan yaitu sebesar 75,3 persen.
Kemudian, dilanjutkan bisnis ketenagalistrikan sebesar 14 persen, perdaganagn pupuk dan bahan kimia sebesar 7,9 persen, bisnis multimedia sebesar 2,7 persen, dan lainnya 0,1 persen.
Sepanjang semester I/2020, DSSA berhasil membukukan volume produksi batu bara sebesar 17,6 juta ton. Pencapaian itu naik 33,3 persen dibandingkan dengan volume produksi semester I/2019 yang hanya mencapai 13,2 juta ton.
Kinerja penjualan batu bara perseroan juga berhasil tumbuh 28,6 persen menjadi 18 juta ton, daripada 14 juta ton pada semester I/2019.
Kinerja operasional itu berhasil membuat DSSA membukukan pendapatan dari dari bisnis pertambangan naik 17,2 persen secara year on year mencapai US$581 juta pada semester I/2020.
Namun, pendapatan secara konsolidasi menurun 7,27 persen menjadi US$771,6 juta pada semester I/2020 dan laba bersih DSSA juga menyusut 11,5 persen menjadi US$42,3 juta.