Bisnis.com, JAKARTA – Saham-saham di bursa China dan Hong Kong melonjak di tengah optimisme investor terhadap rencana Presiden Xi Jinping mengintegrasikan wilayah Shenzhen.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (12/10/2020), indeks Hang Seng China Enterprises terpantau menguat 2,61 persen pada pukul 11.04 WIB, sekaligus mendekati rekor kenaikan tertinggi sejak 6 Juli lalu.
Sementara itu, indeks CSI 300 menguat lebih dari 2 persen, indeks Shanghai Composite menguat 2,27 persen, dan indeks Hang Seng menguat 2,03 persen.
Saham perusahaan telekomunikasi juga terlecut oleh sentimen ini. Saham China Telecom naik 7,7 persen disusul oleh China Unicom Hong Kong Ltd yang menguat 5,8 persen.
Adapun, saham Xiaomi Corp melesat 6,4 persen sekaligus melanjutkan tren positif yang telah berlangsung sepanjang 2020. Hingga saat ini, saham Xiaomi telah meroket 105 persen.
Kenaikan di pasar China ditopang oleh rencana Presiden Xi Jinping menjadikan wilayah selatan negara tersebut sebagai pusat teknologi dunia melalui kerja sama antara Shenzhen dan Hong Kong. Menurut kantor berita Xinhua, rencana ini akan disampaikan pada pidatonya Rabu besok.
Baca Juga
Kunjungan Xi Jinping tersebut merupakan bagian dari perayaan 40 tahun zona ekonomi khusus kota itu.
“Investor optimistis terhadap reformasi dan dorongan lebih lanjut untuk kota Shenzhen, yang diharapkan dapat mendorong arus masuk modal asing dan meningkatkan sektor teknologi,” kata direktur manajemen investasi Tengard Holdings Ltd, Patrick Shum.
Menyusul sentimen ini, saham-saham perusahaan yang berbasis di Shenzhen juga mengalami kenaikan. Perusahaan pembuat perangkat lunak (software) Shenshen Forms Syntron Information Co. Mencapai batas atas kenaikan sebesar 20 persen, sementara Shenzhen Airport Co, juga menguat 4,9 persen.
Rencana ini sudah cukup lama didengungkan oleh China yang ingin mengintegrasikan Shenzhen, Guangdong, Hong Kong, dan Macau menjadi wilayah bernama Greater Bay Area. Meski demikian, pengembangan rencana ini terhambat oleh perselisihan dagang dan keamanan dengan Amerika Serikat, masalah keamanan di Hong Kong, serta pembatasan perjalanan akibat pandemi virus corona.
Saham-saham China yang terdaftar di Hong Kong cenderung mencatat kinerja yang lebih lemah dibandingkan saham-saham di bursa China, sejalan dengan indeks Hang Seng China yang turun 12 persen sepanjang tahun ini.