Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demo UU Ciptaker Bikin Klaster Baru, IHSG Berisiko Melemah

Sejumlah sentimen mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan kedua pada bulan Oktober ini berasal dari dalam dan luar negeri.
Karyawan beraktifitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdurachman
Karyawan beraktifitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah reli ditutup pada zona hijau selama lima hari beruntun pada pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang konsolidasi melemah pada awal pekan depan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks ditutup pada level 5.053,663, menguat 0,288 persen atau 14,52 poin pada perdagangan Jumat (9/10/2020).

Peningkatan tertinggi pada rata-rata nilai transaksi harian bursa yang melonjak tajam sebesar 24,22 persen menjadi Rp8,335 triliun dari Rp6,710 triliun pada penutupan pekan yang lalu.

Selain itu, kapitalisasi pasar bursa selama sepekan meningkat 2,58 persen menjadi Rp5.877,468 triliun dari Rp5.729,839 triliun dari minggu lalu.

Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan pekan kemarin juga mengalami peningkatan 2,58 persen menjadi 5.053,663 dari posisi 4.926,734 pada penutupan pekan sebelumnya.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan bahwa indeks acuan masih bisa melemah hingga ke level support di bawah 5.000 pada pekan depan.

“IHSG berpeluang konsolidasi melemah dengan support di level 5.001 sampai 4.881 dan resistance di level 5.099 sampai 5.187,” tulisnya dalam publikasi riset, Minggu (11/10/2020).

Beberapa sentimen yang mungkin mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan kedua pada bulan Oktober ini berasal dari dalam dan luar negeri.

Dari sisi internal, pengesahan UU Cipta Lapangan Kerja dianggap memberikan banyak sentimen positif bagi dunia bisnis dan ekonomi Indonesia dengan dampak yang memang akan terasa dalam jangka panjang. Kemudahan investasi bagi pemodal asing dinilai akan mengurangi ketergantungan foreign inflow ke dunia keuangan.

Kendati aksi penolakan omnibus law berlangsung anarkis, hal ini nyatanya tidak membuat pelaku pasar bergeming. Pasar saham tetap menyikapi hal ini dengan positif karena demonstrasi umumnya berlangsung dalam jangka pendek dan tidak punya pengaruh besar pada perekonomian.

“Tetapi di tengah pandemi Covid-19 aksi demo akan menyebabkan klaster baru penyebaran virus covid 19. Kami perkirakan akan terjadi lonjakan kasus positif covid 19 satu minggu setelah demo yang terjadi,” sambungnya.

Adapun, seluruh dunia termasuk Indonesia masih menghadapi peningkatan kasus Covid-19. Menurut Hans, PSBB total di DKI Jakarta tidak terlalu efektif menekan angka kasus baru Covid-19.

Ia memperkirakan akan terjadi lonjakan kasus positif covid 19 selang satu minggu setelah demo yang terjadi sehingga pemerintah perlu mengambil langkah tegas dengan menindak segala bentuk demo anarkis dan terjadi pelanggaran protokol kesehatan untuk menekan peningkatan kasus Covid-19.

Dari sisi eksternal, pasar mencerna dengan seksama perkembangan politik di Amerika Serikat. Adapun, pasar keuangan di negara adidaya tersebut berfluktuasi akibat naik turunnya kemajuan perundingan stimulus fiskal.

“Saat ini ekonomi Amerika Serikat sangat membutuhkan stimulus fiskal menyusul perlambatan pemulihan ekonomi yang terjadi,” lanjutnya.

Diperkirakan negosiasi paket stimulus fiskal untuk mengatasi Covid-19 akan terus berlanjut pada pekan ini. Meskipun kecil peluang tercapai kesepakatan sebelum pemilu AS, tetapi kemajuan perundingan menjadi sentimen positif bagi pasar.

Adapun, popularitas Presiden Amerika Serikat Donald Trump turun setelah debat dan terkonfirmasi positif Covid-19. Trump diyakini akan menaikkan dukungannya dengan memberikan tekanan pada China untuk meraih kembali simpati masyarakat.

Pemerintahan Trump dilaporkan mempertimbangkan untuk membatasi perusahaan raksasa China Ant Group dan Tencent di AS dengan alasan keamanan nasional. Hal ini bisa menjadi sentimen negatif yang mempengaruhi pasar keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper