Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan terhadap obligasi berdenominasi dolar AS atau dollar bond yang dikeluarkan perusahan-perusahaan China mengalami lonjakan seiring dengan momentum pemulihan ekonomi yang terjadi di Negara Panda tersebut.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (10/9/2020), permintaan terhadap dollar bond dari China mengalami oversubscribed sebesar 7,6 kali dari jumlah penerbitannya pada Agustus 2020. Hasil tersebut sekaligus menjadi jumlah oversubscribed terbesar yang pernah dicatatkan di China sejak 2016 lalu.
Perusahaan-perusahaan dari China menikmati banjir pesanan obligasi dolar AS seiring dengan dukungan kebijakan dari bank sentral dan sinyal pemulihan ekonomi di negara tersebut. China memimpin penjualan obligasi di Asia dengan mencatatkan penjualan sebesar US$23 miliar pada Agustus 2020 dengan biaya pinjaman (borrowing costs) yang rendah untuk meningkatkan arus kas.
Tren lonjakan pesanan ini juga ikut dirasakan perusahaan dari sektor properti China dan negara-negara lain di Asia, karena dollar bonds dari wilayah Asia menawarkan spread tambahan dibandingkan obligasi yang diterbitkan di AS.
Powerlong Real Estate Holdings Ltd mencatat oversubscribed 2,5 kali dari nilai penerbitan sebesar US$200 juta, sementara perusahaan asal Malaysia, Axiata Group Berhad kebanjiran pesanan sebesar US$3,8 miliar dari penerbitan sukuk senilai US$500 juta.
Selain di China, wilayah Asia juga turut merasakan kenaikan minat investor terhadap dollar bond, dengan torehan oversubscribed sebanyak 5,2 kali pada Agustus 2020, atau meningkat dibandingkan dengan bulan Juli lalu.
Baca Juga
Meskipun amat diminati pelaku pasar, jumlah penerbitan dollar bond pada pasar primer di wilayah Asia diperkirakan akan melambat. Hal tersebut terjadi karena perusahaan di wilayah tersebut menganut strategi frontloading.
Survei dari Bloomberg menunjukkan, total penerbitan obligasi di sisa empat bulan tahun 2020 pada negara-negara Asia kecuali Jepang di kisaran US$84 miliar. Jumlah tersebut juga tidak dapat menembus rekor penerbitan yang dicatatkan pada 2019 lalu senilai US$326 miliar.