Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara, PT Adaro Energy Tbk., mengaku tengah melirik potensi untuk mengakuisisi saham milik Mitsui & Co, yang dilepas di PT Paiton Energy.
Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan bahwa perseroan tengah melakukan kajian terhadap rencana akuisisi saham Paiton Energy..
“Saat ini kami sedang melakukan kajian dan oleh karenanya belum ada kepastian untuk berpartisipasi [akuisisi di PLTU Paiton],” ujar Febriati kepada Bisnis, Jumat (4/9/2020).
Untuk diketahui, perusahaan manufaktur asal Jepang, Mitsui & Co., disebut tengah mempertimbangkan untuk melepas saham mayoritasnya di PT Paiton Energy, sebesar 45,5 persen.
Kesepakatan tersebut diperkirakan bernilai lebih dari US$1 miliar atau Rp14,76 triliun (Kurs Rp14.763).. Meskipun Mitsui belum memulai proses divestasi secara formal, perusahaan asal Jepang itu sudah mendapat minat dari calon pembeli, termasuk produsen listrik regional.
Berdasarkan situs resmi perusahaan, Paiton Energy memiliki tiga pembangkit listrik tenaga batu bara.
Baca Juga
Perusahaan bekerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk menyediakan listrik 2.045MW atau sekitar 6 persen dari total kapasitas terpasang di Jawa.
Selain Mitsui & Co., Paiton Energy dimiliki oleh perusahaan investasi energi Qatar, Nebras Power QSC, sebanyak 35,5 persen, lalu PT Toba Bara Sejahtra Tbk. (TOBA) sebesar 5 persen.
Adapun sisanya dimiliki oleh Jera Co., yang merupakan perusahaan patungan antara Tokyo Electric Power Co. dan Chubu Electric Power Co.
Di sisi lain, emiten berkode saham ADRO itu mengatakan akan fokus untuk menyelesaikan pembangunan proyek yang sedang dalam konstruksi dan operasional dari PLTU yang sudah berjalan.
Adaro melalui entitas anak usaha Adaro Power, tengah menyelesaikan pembangunan proyek PLTU Bhimasena Power Indonesia atau PLTU Batang yang masih dalam tahap konstruksi. Hingga Juni 2020, progres konstruksinya sudah mencapai 94 persen.
PLTU itu nantinya akan berkapasitas 2 x 1.000 MW dan akan dikelola oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).
Setelah beroperasi, PLTU Batang akan membutuhkan sekitar 7 juta hingga 8 juta ton batu bara per tahun, di mana sekitar 60 persen hingga 65 persen akan dipasok dari PT Adaro Indonesia
Kemudian, nantinya proyek ini akan menjual listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) di bawah Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement – PPA) yang berlaku untuk jangka waktu 25 tahun setelah konstruksi selesai.
Untuk diketahui, ADRO telah memiliki dua PLTU lainnya yaitu PT Makmur Sejahtera Wisesa (MSW) dengan kapasitas 2x30MW yang telah beroperasi sejak 2013 dan PLTU Tanjung Power Indonesia (TPI) dengan kapasitas 2 x 100MW yang telah sukses memulai operasi komersial sejak akhir 2019.
“Saat ini, Adaro Power juga terus berusaha mengembangkan bisnisnya, termasuk dalam rangka mendukung pemerintah untuk mengembangkan pembangkit dengan energi baru terbarukan (EBT),” papar Febriati.