Bisnis.com, JAKARTA— Pembatasan sejumlah aktivitas sebagai langkah penanggulangan penyebaran Covid-19 berimbas kepada sebagian besar kinerja keuangan emiten semester I/2020. Peluang pemulihan terbuka sepanjang sisa tahun ini meski masih sulit kembali ke era sebelum pandemi.
Berdasarkan data laporan keuangan semester I/2020 yang dihimpun tim Bisnis Indonesia, tidak banyak emiten yang bisa selamat dari dampak badai pandemi Covid-19. Sejumlah perusahaan terbuka baik berkapitalisasi kecil maupun besar dari berbagai sektor harus mengalami perlambatan, penurunan, bahkan berbalik merugi.
Daya beli masyarakat yang menurun akibat Covid-19 tercermin dari kinerja emiten sektor otomotif semester I/2020. Mayoritas perusahaan di sektor itu melaporkan penurunan laba bersih hingga harus berbalik merugi.
Di sektor semen yang menjadi indikator pembangunan Indonesia, kondisi dua emiten yang telah menyampaikan realisasi kinerja per 30 Juni 2020 tidak jauh berbeda. Satu perusahaan mengalami penurunan laba bersih dan satu lagi berbalik rugi.
Laporan kinerja dari emiten sektor tekstil sebagai salah satu sektor padat karya juga tidak begitu menggembirakan. Terpantau, hanya segelintir emiten yang mampu mencetak pertumbuhan laba bersih dan sisanya masih harus berjibaku dengan kerugian.
Sektor rumah sakit yang diperkirakan meningkat kebutuhannya akibat krisis kesehatan pun tidak luput dari tekanan kinerja. Sejumlah emiten harus berbalik rugi pada semester I/2020.
Baca Juga
Tekanan cukup besar harus dirasakan emiten sektor pariwisata, hotel, dan restoran. Dari belasan emiten yang telah melaporkan kinerja keuangan semester I/2020, tidak ada yang mampu mencetak pertumbuhan laba bersih.
Emiten yang bergerak di sektor barang konsumsi makanan dan minuman serta farmasi masih mampu bertahan di tengah pandemi dengan mencatatkan pertumbuhan laba bersih. Beberapa di antaranya masih mendulang kenaikan laba bersih hingga dua digit secara tahunan.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menjelaskan bahwa mayoritas perusahaan mengalami perlambatan karena dampak dari lockdown. Kondis itu menurutnya tidak hanya di Indonesia tetapi juga global.
“Kondisi ini mengakibatkan melemahnya permintaan secara umum,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Frederik menjelaskan bahwa sektor yang terdampak terutama di ritel dan keuangan khususnya pada kuartal II/2020. Untuk sektor ritel, penurunan terjadi karena berkurangnya jumlah orang berpergian dan konsumsi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
“Sedangkan untuk perbankan terkena pukulan dari peningkatan risiko kredit yang mengakibatkan perbankan untuk meningkatkan pencadangan dan juga restrukturisasi kredit yang menggencet NIM menjadi lebih kecil,” paparnya.
Sektor Pilihan
Frederik memprediksi akan ada pemulihan pada semester II/2020. Akan tetapi, kondisinya tidak akan kembali ke level sebelum pandemi Covid-19.
Dia menuturukan recovery dipicu oleh pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mulai masuk ke fase transisi. Beberapa kegiatan ekonomoi yang tadinya terhenti dapat kembali dilakukan.
Frederik memprediksi pemulihan akan berada di sektor telekomuikasi dan barang konsumsi. Untuk telekomunikasi, kesadaran masyarakat akan work from home sebagai pilihan paling aman akan membuat jaringan internet dan data lebih banyak dikonsumsi.
“Sedangkan untuk consumer goods akan pulih seiring dengan kesadaran masyarakat atas kebutuhan produk yang terjaga kualitas dan higienisnya atau produk yang dapat membantu menjaga sanitasi dan kesehatan,” jelasnya.
Secara terpisah, Armin, Direktur PT Siantar Top Tbk. menjelaskan bahwa pertumbuhan penjualan sepanjang semester I/2020 ditopang oleh pemerataan dan pendalaman pasar di dalam negeri. Selain itu, perseroan juga mengembangkan pasar ekspor seperti negara tujuan China yang masih memiliki potensi besar.
Dari sisi laba bersih, Armin menyebut strategi menaikkan kelas produk yang dijual perseroan juga menjaga pertumbuhan di tengah pandemi Covid-19. Produk yang naik kelas telah menambah profit margin perseroan.
Dia optimistis kinerja keuangan seharusnya lebih baik pada semester II/2020. Hal itu seiring dengan perekonomian yang sudah mulai dibuka kembali.
Kendati demikian, lanjut dia, kekhawatiran terkait pengendalian pandemi Covid-19 tetap menjadi pertimbangan. Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami sebagian masyarakat telah membuat daya beli menurun.
“Kalau dilihat sepintas kami optimistis semester II/2020 masih tumbuh dan mengupayakan bisa mencapai dua digit,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (2/8/2020).
Sektor yang terkena pukulan paling telak di semester I ini ada sektor properti yang disebabkan oleh faktor likuiditas dari produk yang tidak menjadi pilihan bagi para investor, juga dari sektor aneka industri dan sektor perdagangan karena meredanya aktifitas bisnis karena karantina wilaya
Di lain pihak, Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai sektor properti tekena pukulan paling telak pada semester I/2020. Kondisi itu menurutnya disebabkan faktor likuiditas dari produk yang tidak menjadi pilihan bagi para investor.
Selain properti, lanjut dia, sektor aneka industri dan sektor perdagangan juga terdampak signifikan. Pasalnya, aktivitas bisnis mereda karena penerapan karantina wilayah.
Aria menjagokan sektor keuangan sebagai motor utama akan pulih dengan cepat. Sektor itu juga memiliki bobot yang cukup besar terhadap IHSG.
“Pada semester II/2020, aneka industri juga akan pulih dengan cepat karena kenaikan harga komoditas CPO dan penjualan otomotif yang kembali meningkat,” jelasnya.