Bisnis.com, JAKARTA – Pamor dolar Amerika Serikat sebagai aset investasi aman kala sentimen pandemi Covid-19 semakin sirna seiring dengan Negeri Paman Sam yang telah menjadi episentrum penyebaran virus.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (23/7/2020) hingga pukul 20.38 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan enam mata uang utama terpantau menguat 0,03 persen ke level 95,015.
Indeks dolar AS sempat melemah hingga 0,13 persen ke level 94,845, sekaligus posisi terendah dalam 6 bulan terakhir.
Hal itu kontras dengan pergerakan indeks dolar AS pada medio Maret lalu, kala greenback menjadi tempat pelarian para investor untuk menyelamatkan nilai aset dan sempat terbang ke posisi 102,817.
Adapun, level itu merupakan posisi tertinggi indeks dolar sejak awal 2017. Saat itu, investor berlomba-lomba melikuidasi semua aset investasinya dan memburu dolar AS. Bahkan, emas sebagai rekan aset investasi aman juga ikut dilikuidasi investor dan menjadikan greenback aset terfavorit.
Penurunan dolar AS saat ini mengikis kinerja tahun berjalannya sehingga saat ini tercatat terkoreksi 1,55 persen secara year to date (ytd).
Baca Juga
Saat ini, mata uang utama seperti euro berhasil menguat 0,16 persen, dolar Australia naik 0,13 persen, dolar Kanada naik 0,23 persen, dan swiss-franc menguat 0,15 persen.
Analis GK Investment Alwi Assegaf mengatakan bahwa dolar AS semakin tidak dilirik oleh investor sebagai aset investasi aman seiring dengan jumlah kasus positif Covid-19 di Amerika Serikat terus bertambah.
Berdasarkan data Worldometer, jumlah kasus positif Covid-19 baru di dunia per 22 Juli 2020 sebesar 280.157 kasus. Penambahan kasus positif tertinggi masih dipimpin oleh AS, yaitu bertambah 71.967 kasus baru.
Penambahan kasus itu menimbulkan kekhawatiran pasar beberapa negara bagian memperpanjang pembatasan aktivitas bisnisnya sehingga proses pemulihan ekonomi pun akan lebih lama daripada ekspektasi.
Padahal, umumnya ketika dunia diterpa banyak ketidakpastian terhadap pertumbuhan ekonomi global seperti saat ini investor cenderung mengalihkan dananya ke aset investasi aman, salah satunya dolar AS.
“Saat ini, peran dolar AS sebagai aset investasi aman tampak pudar, sudah kalah pamor dengan emas dan aset investasi lainnya. Investor saat ini menjauhi dolar AS,” ujar Alwi saat dihubungi Bisnis, Kamis (23/7/2020).
Selain itu, dolar AS juga melemah akibat banyaknya stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah AS dan The Fed. Belum lama ini, Pemerintah AS menggelontorkan mega stimulus hingga US$5 triliun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negerinya.
Sementara itu, The Fed mengungkapkan akan melakukan berbagai cara untuk membantu pasar agar ekonomi AS segera pulih. Bank Sentral AS itu diperkirakan tetap melonggarkan kebijakan moneternya hingga 2022 dan memiliki suku bunga acuan di posisi rendah untuk waktu yang cukup lama.
Adapun, mega stimulus itu akan mendorong pasokan dolar AS di pasar semakin melimpah, sedangkan bunga acuan di posisi rendah membuat mata uang itu menjadi semakin tidak menarik.
Senada, Kepala Riset dan Edukasi Ariston Tjendra mengatakan bahwa selama penyebaran Covid-19 belum dapat dikendalikan oleh Pemerintah AS, maka greenback masih akan mendapatkan tekanan turun.
Bahkan, Presiden AS Donald Trump, belum lama ini mengatakan bahwa kondisi Covid-19 di AS masih akan memburuk ke depannya.
Kendati demikian, Ariston menjelaskan bahwa dolar AS masih memiliki secercah harapan untuk mengembalikan pamornya sebagai aset safe haven jika Covid-19 secara global dan hubungan AS dan China semakin memburuk
“Jika ke depannya bila soal Covid-19 dan hubungan AS dan Tiongkok masih mengkhawatirkan, imbasnya ke pelemahan aset berisiko dan dolar AS bisa menguat lagi karena jadi sasaran safe haven seperti sebelumnya,” ujar Ariston kepada Bisnis.
Terbaru, Pemerintah AS tiba-tiba meminta China agar menutup kantor konsulat jenderalnya di Houston yang telah memantik api baru terhadap ketegangan hubungan AS dan China.
Dalam suatu briefing di Beijing, Rabu (22/7/2020), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengungkapkan pemerintah AS memberi China waktu tiga hari untuk menutup kantor konsulatnya di Houston.
“China berencana untuk merespons dengan langkah balasan yang tegas jika pemerintahan [Presiden Donald] Trump tidak mencabut keputusan keliru ini,” ujar Wang, seperti dilansir Bloomberg.
Melalui sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri AS kemudian mengonfirmasi bahwa mereka telah memerintahkan kantor konsulat China ditutup untuk melindungi kekayaan intelektual dan informasi pribadi Amerika.
Menurut pihak Deplu AS, perjanjian-perjanjian internasional mengharuskan para diplomat menghormati hukum dan peraturan negara tuan rumah dan tidak ikut campur dalam urusan internalnya.