Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Berpotensi Upside, Saham Perbankan Layak Dicermati

Sucor Asset Management menilai potensi kenaikan pada saham-saham perbankan masih lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat dan China. Dari sisi net interest margin, rata-rata NIM perbankan Indonesia saat ini berada di kisaran 3,5 persen—4 persen atau lebih baik dibandingkan AS dan China yang sekitar 2,5 persen.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah kondisi ekonomi global dan domestik yang masih dibayang-bayangi dampak pandemi Covid-19, PT Sucor Asset Management merekomendasikan saham sektor perbankan, infrastruktur dan utilitas, serta barang konsumen untuk dicermati.

Jemmy Paul Wawointana, Presiden Direktur Sucor Asset Management, mengatakan pada akhir tahun ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menuju 5.500 atau mengalami kenaikan sekitar 8,5 persen dari level saat ini. Menurutnya, saham-saham perbankan yang menguasai hampir setengah kapitalisasi pasar di IHSG akan menjadi tolok ukur pergerakan indeks.

Adapun perhitungan target IHSG ke level 5.500 itu berdasarkan perhitungan PBV (Price to Book Value) sebesar 1,12 kali. Jemmy menjelaskan pihaknya tidak menggunakan rasio PE (Price to Earning Ratio) untuk menghitung valuasi IHSG karena bobot saham perbankan di IHSG mencapai 40 persen.

“Banyak yang memperkirakan [IHSG] ke 3.500 itu berdasarkan PE. Kalau kita lihat struktur kapitalisasi pasar IHSG sekarang didominasi oleh perbankan, hampir 40 persen dari market cap [kapitalisasi pasar] IHSG,” jelas Jemmy dalam acara BizInsight Online bersama Sucor AM dan Bank Commonwealth secara daring, Selasa (14/7/2020).

Dia menjelaskan penggunaan PBV untuk menghitung valuasi saham perbankan mengingat dalam laba bersih bank sudah ada komponen yang dikurangi. Lagipula, aksi merger dan akuisisi (M&A) untuk perbankan di Indonesia juga masih menggunakan perhitungan PBV.

Apabila dilihat secara historis, PBV Indonesia pada saat IHSG menyentuh level 3.900 adalah sebesar 1,12 kali atau lebih rendah dibandingkan 2002 yang sebesar 1,16 kali dan 2008 sebesar 1,27 kali.

Untuk perbankan di Indonesia, Jemmy melihat potensi upside masih besar dan lebih baik dibandingkan perbankan di Amerika Serikat dan China. Bahkan dari sisi Net Interest Margin (NIM), rata-rata NIM perbankan Indonesia saat ini berada di kisaran 3,5 persen—4 persen atau lebih baik dibandingkan AS dan China yang sekitar 2,5 persen.

Posisi  NIM itu diakui Jemmy bisa turun karena Covid-19 membuat pemerintah berencana menurunkan cost of fund. Namun demikian, penurunannya bakal terbatas pada 3 persen dan masih lebih baik ketimbang NIM di dua ekonomi terbesar di dunia.

“Harusnya  [perbankan] ini menjadi sektor pilihan untuk asing dan investor global untuk masuk ke indonesia karena PBV-nya sangat menarik,” tutur Jemmy.

Selain sektor perbankan, Jemmy juga melihat sektor infrastruktur dan konsumer menarik untuk dikoleksi pada tahun ini. 

Adapun sektor infrastruktur yang ditunjuknya adalah sektor telekomunikasi dan utilitas. Sementara untuk sektor konsumer, saham-saham emiten rokok disebut yang paling menonjol seperti GGRM dan HMSP.

“Kami bullish ke IHSG, strategi kami lebih ke blue chip. Saham-saham mid-small cap mungkin sedikit underperform,” tutur Jemmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper