Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah kalangan menilai kinerja industri reksa dana pada semester II/2020 akan bergantung pada perkembangan perekonomian yang sejauh ini belum bisa lepas dari dampak pandemi Covid-19.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan pihaknya sangat berharap pengendalian penyebaran virus Covid-19 dapat lebih agresif. Pasalnya, sejak pembukaan kembali ekonomi jumlah kasus corona belum juga menurun. Menurutnya, hal ini dapat menghambat pembukaan kembali ekonomi sehingga peluang perbaikan ekonomi dikhawatirkan masih akan rendah di semester II/2020 mendatang.
“Dengan demikian tambahan katalis untuk kenaikan harga efek juga minim dan kinerja reksa dana pun akan terpengaruh,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (29/6/2020)
Saat ini, tambah Farash, peluang kenaikan harga efek yang berimbas ke gairah industri reksa dana hanya ditopang oleh valuasi yang murah dan sentimen eksternal, yang mana angka penyebaran virus sudah menurun di Eropa dan China.
Selama sebulan terakhir, kinerja industri reksa dana terbilang positif seiring dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) dan indeks obligasi yang juga menunjukkan tren naik. Berdasarkan data Infovesta Utama per 26 Juni 2020, seluruh jenis reksa dana berhasil mencatatkan kinerja positif selama bulan Juni. Adapun reksa dana saham menjadi pencetak imbal hasil tertinggi sebesar 3,79 persen.
Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai meski ekonomi mulai dibuka kembali, tapi perkembangan pasar memang masih menunggu kabar positif dari penanganan virus corona.
Baca Juga
Rudiyanto menyebut pasar membutuhkan sentimen positif dengan dalam waktu dekat agar bisa mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat di tahun ini dan menurutnya tak bisa menunggu hingga vaksin ditemukan.
“Butuh terobosan baru. Kalau ada perusahaan yang bisa merilis alat rapid test dengan harga rendah, akurasi tinggi, dan waktu tunggu yang pendek. Itu akan menjadi sentimen luar biasa,” tuturnya.
Untuk jenis produk yang dinilai bakal makin moncer di semester II/2020, Rudiyanto menyebut produk-produk berbasis obligasi bisa jadi pilihan. Pasalnya, suku bunga sudah cukup rendah dan yield SBN juga berada di level bagus dan valuasinya cukup rendah.
“Jadi reksa dana pendapatan tetap cukup bagus, reksa dana terproteksi juga sekarang bagus, asetnya sudah banyak pilihan lagi,” tuturnya.
Adapun untuk reksa dana berbasis saham, dia mengatakan itu masih akan sangat volatile karena tergantung pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG).