Bisnis.com, JAKARTA - Kembali meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) membebani pemulihan harga minyak, sekaligus meredupkan prospek permintaan bahan bakar di Negeri Paman Sam.
Minyak naik seiring dengan penguatan bursa saham pada hari Kamis (25/6/2020), setelah sebelumnya membukukan penurunan terbesar dalam hampir dua minggu. Pesimisme berhembus di pasar minyak setelah kasus Covid-19 kembali naik.
Di Texas, pusat dari industri minyak AS, gubernur negara bagian ini memperingatkan bahwa serangan wabah besar sedang melanda negara bagiannya.
Infeksi baru juga mencapai rekor harian di Florida dan California. Kondisi tersebut memicu ketakutan lockdown lanjutan yang mampu menekan harga bahan bakar lebih dalam dari level dua bulan lalu.
Bahkan, proyeksi permintaan yang tidak pasti membayangi para pemilik kilang dalam beberapa hari terakhir.
"Fasilitas kilang penyulingan berada dalam posisi sulit untuk meningkatkan penjualannya dan menjalankan risiko untuk menyetok bensin di musim panas," kata Direktur Divisi Berjangka di Mizuho Securities USA Robert Yawger, dikutip dari Bloomberg.
Baca Juga
Adapun, opsi yang dimiliki para pemilik kilang adalah dengan memangkas target penyaluran. Tingginya jumlah pasokan minyak AS telah membatasi reli minyak dari penurunan historisnya di bawah nol pada bulan April lalu.
Hal ini tercermin dari upaya kontrak minyak mentah berjangka West Texas Intermediate yang berjuang untuk bertahan di atas level harga US$40 per barel dalam beberapa pekan terakhir.
Naiknya output AS juga akan menyulitkan OPEC dan sekutunya untuk memangkas persediaan minyak mentah global hampir 10 juta barel per hari.
"Jika ekonomi tidak meningkat, maka ini akan menekan permintaan minyak mentah ketika OPEC+ harus memutuskan langkah selanjutnya," kata Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.