Bisnis.com, JAKARTA —Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/6/2020).
Indeks ditutup melemah 0,81 persen atau 36,69 poin menuju level 4.879,13, setelah bergerak di rentang 4.879,13 - 4.938,39.
Terpantau 147 saham hijau, 249 saham merah, 171 saham stagnan. Total transaksi mencapai Rp6,4 triliun dengan volume 550.733 kali transaksi. Investor asing mencatatkan net sell Rp483,68 miliar.
Sementara itu, bursa saham di Asia sukses menjaga reli penguatan yang terjadi sejak pagi dan menutup perdagangan hari ini di zona hijau.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (23/6/2020), indeks Hang Seng Hong Kong menguat 1,41 persen ke level 24.756,32 disusul oleh bursa Topix Jepang yang naik 0,51 persen ke 1.587,14.
Penguatan juga terlihat pada bursa Korea Selatan Kospi dan S&P/ASX 200 Ausralia, masing-masing sebesar 0,21 persen ke 2.131,24 dan 0,17 persen di level 5.954,400.
Baca Juga
Sementara itu, indeks berjangka S&P 500 menguat 0,65 persen setelah sempat terkoreksi karena pernyataan Penasihat Perdagangan Presiden AS, Donald Trump, Peter Navarro yang menyatakan perjanjian dagang dengan China telah berakhir sebelum akhirnya diklarifikasi oleh Trump.
Di AS, indeks Nasdaq 100 menguat lebih dari 1 persen yang juga diikuti oleh lanjutan kenaikan Nasdaq Composite dalam tujuh minggu beruntun.
Sejumlah investor berpengaruh mengemukakan optimismenya terhadap pemulihan ekonomi meski dibayangi lonjakan kasus positif virus corona. CEO Pershing Square Capital Management Bill Ackman mengatakan pemulihan ekonomi di seluruh sektor akan terjadi secara gradual dengan melimpahnya dana yang masuk ke sektor kesehatan
CEO Blackstone Group Inc., Steve Schwartzmann mengatakan perekonomian dunia akan pulih dengan membentuk pola V dalam beberapa bulan ke depan. Kendati demikian, pemulihan untuk sampai di level sebelum pandemi virus corona akan membutuhkan waktu lebih panjang.
Chief Market Strategist di Crossmark Global Investment Victoria Fernandez mengatakan kenaikan pasar modal akan didukung oleh tingkat likuditas yang tinggi, suku bunga yang rendah, serta sentimen pemulihan ekonomi.
“Tetapi, masih banyak faktor ketidakpastian yang membuat pasar masih akan mengalami volatilitas sebelum tren penguatan berjalan secara berkelanjutan,” jelasnya.