Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempersiapkan diri untuk memaksimalkan potensi dampak positif menyambut skenario kenormalan baru guna menggenjot kinerja pada tahun ini.
Dari sektor konstruksi, masing-masing BUMN karya telah mempersiapkan protokol untuk menyambut kenormalan baru. Kinerja operasional, khususnya dari proses produksi, diharapkan dapat mulai berjalan kembali setelah sempat tersendat karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Direktur Operasi 2 PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Pundjung Setya Brata mengatakan bahwa kenormalan baru diperkirakan dapat kembali menggenjot proses produksi, khususnya untuk proyek-proyek besar seperti Light Rail Train (LRT) Jabodebek.
“Kami mengalami penurunan produktivitas, tetapi dengan protokol baru diharapkan kami dapat melakukan aktivitas dengan normal kembali pada Juli, kami sudah siapkan mitigasi risiko setiap aktivitas di lapangan,” jelasnya akhir pekan ini.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Mahendra Vijaya menyampaikan bahwa perseroan mengharapkan skenario kenormalan baru akan mendorong percepatan pengerjaan proyek serta memperlancar pembayaran.
Menurutnya, sejauh ini dampak Covid-19 telah memengaruhi kondisi keuangan sejumlah owner proyek yang berdampak terhadap pembayaran ke perseroan. Harapan kembali bergulirnya ekonomi diperkirakan akan turut berdampak kepada para owner tersebut.
Baca Juga
“Misalnya, owners proyek yang tadinya likuiditasnya mepet, jadi punya pemasukan lagi. Karena punya uang jadi proyeknya lanjut, jadi kami juga bisa lanjut kerja lebih kencang lagi,” ujarnya kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dari sektor pertambangan, skenario normal baru juga disambut positif. Direktur Operasi dan Produksi PT Aneka Tambang Tbk. Hartono menyatakan pihaknya telah mempersiapkan protokol yang diharapkan dapat berdampak positif terhadap kinerja di paruh kedua tahun ini.
“Kami sudah siap dengan The New Normal dan kami buat strateginya agar tidak memengaruhi [negatif] kinerja semester II/2020,” katanya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk. Hadis Surya Palapa mengatakan kenormalan baru diharapkan dapat mendorong kinerja operasional perseroan. Menurutnya, hal ini juga diharapkan dapat mendongkrak permintaan batu bara yang melemah pada tahun ini.
“Kami berharap pada era new normal kegiatan industri nasional maupun internasional semakin membaik agar demand batubara juga membaik,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
Sebelumnya, dia juga menyatakan bahwa perseroan tengah menyiapkan strategi untuk menggenjot penjualan ekspor ke destinasi pasar baru. Hal ini diharapkan dapat mengimbangi penurunan permintaan di pasar domestik.
Di sisi lain, Corporate Finance Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk. juga mengekspektasikan adanya perbaikan kinerja pascakenormalan baru. Namun, menurutnya masih terlalu dini untuk memastikan dampaknya secara pasti terhadap kinerja untuk paruh kedua tahun ini.
Sejak pandemi melanda, kinerja emiten berkode saham JSMR ini terdampak dari penurunan volume kendaraan terhadap periode normal. Pada Maret—Apri, volume kendaraan turun dengan persentase bervariasi, paling tinggi terjadi di Tol Bandara Sedyatmo sebesar 50 persen.
“Seharusnya traffic akan membaik, tapi kami kami juga belum bisa memastikan karena hal ini adalah pertama kalinya bagi siapapun,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
REKOMENDASI ANALIS
SVP Research PT Kanak Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan bahwa skenario normal baru telah menjadi salah satu sentimen pendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) termasuk saham-saham BUMN. Namun, menurutnya sejauh ini banyak faktor lain yang membuat saham-saham BUMN berkinerja tidak lebih baik dari IHSG.
Sebagai acuan, indeks BUMN20 hingga saat ini masih mengalami koreksi lebih dalam dibandingkan IHSG. Dia menjelaskan hal ini tidak lain disebabkan oleh tekanan yang terjadi pada emiten BUMN di sejumlah sektor tertentu, salah satunya sektor konstruksi.
“Konstruksi yang jelas paling parah terkena efek Covid-19. Social distancing dan PSBB sudah pasti melumpuhkan kegiatan konstruksi. Sektor konstruksi juga balance sheet-nya jelek, karena utang terlalu tinggi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (5/6/2020).
Di sisi lain, kinerja indeks BUMN20 juga tertekan lantaran performa BUMN pertambangan yang terimbas cukup parah karena Covid-19, khususnya Bukit Asam dan Timah. Tren ini juga diperkirakan akan berlanjut hingga pascapandemi, karena permintaan sumber energi akan beralih kepada produk ramah energi.
Dia juga mengatakan bahwa potensi dampak positif kenormalan baru juga sudah diperhitungkan investor terhadap valuasi emiten BUMN. Sehingga, diperlukan sentimen tambahan untuk mendongkrak valuasi emiten BUMN.
Menurutnya, dalam kondisi ini investor akan cenderung memilih emiten di sektor perbankan dan telekomunikasi. Selain memiliki tingkat utang yang relatif rendah, kedua sektor ini dinilai akan lebih cepat membaik saat ekonomi mulai masuk fase pemulihan.
“Jadi untuk semester II/2020, mungkin sektor yang menopang BUMN20 turun tidak terlalu jauh adalah sektor perbankan dan telekomunikasi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa berdasarkan krisis sebelumnya pada 1998 dan 2008, saham BUMN akan pulih lebih cepat mengikuti sektor konsumer dan perbankan. Namun, dia meragukan hal itu akan kembali terulang pada krisis kali ini.
Pasalnya, dia mengatakan bahwa performa saham BUMN dalam 4 tahun terakhir kurang diapresiasi pasar. Meski mayoritas terus mencatatkan pertumbuhan kinerja, menurutnya terdapat permasalahan pada persepsi investor terhadap saham-saham BUMN.
“Saya agak terganjal dengan performa saham BUMN dalam 4 tahun terakhir, mereka punya performa lebih baik dibandingkan non-BUMN, tetapi sahamnya tidak diapresiasi, berarti ada kemungkinan masalah dari persepsi yang turun,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
Menurutnya, hal ini kemungkinan bersumber dari kebiasaan pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN. Hal ini membuat kinerja BUMN sulit tumbuh secara berkelanjutan, karena semakin baik performa semakin berat beban penugasan yang diberikan.
Meski begitu, di sisi lain pemerintah juga telah menunjukkan posisinya sebagai pemilik mayoritas tidak membiarkan BUMN terkapar karena Covid-19. Dukungan pemerintah untuk BUMN lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dinilai sedikit memberikan sinyal positif bagi investor.
“Tetapi masalahnya, pertolongan itu diberikan kepada BUMN yang sedang berat kondisinya. Namun, yang kondisinya sedang baik tetap diberatkan oleh penugasan. Kekhawatirannya, kinerja BUMN tidak akan mencapai level optimumnya karena hal itu,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2020).
Selain penugasan, intervensi pemerintah terhadap BUMN juga tercermin dari perombakan direksi dan komisaris. Namun, menurutnya hal ini sudah lebih diantisipasi dan dianggap wajar oleh para pelaku pasar. Sehingga dampaknya tidak terlalu signifikan.
“Dianggap negatif pasti tidak karena yang dipilih pasti berpengalaman, tapi tidak bisa dianggap positif juga. Secara umum pasar juga mengerti, jadi tidak ada kejutannya lah,” ujarnya.
Dibandingkan persoalan penunjukan susunan pengurus, menurutnya, kinerja saham BUMN akan lebih digerakkan oleh keputusan terkait dividen. Beberapa emiten BUMN yang biasa memberikan rasio dividen tinggi, diperkirakan akan tetap menarik.
Dia mencontohkan, Bukit Asam yang biasa membagikan dividen dengan rasio pembayaran tinggi, berpotensi kembali melakukan hal yang sama. Pasalnya, perseroan diperkirakan tidak akan banyak membutuhkan dana pada tahun ini seiring dengan kebutuhan ekspansi yang minim.
Selain itu, dividen dari emiten berkode saham PTBA itu juga akan diperlukan oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) sebagai induk Holding BUMN Pertambangan atau MIND ID. Perusahaan induk diketahui tengah berupaya merampungkan akuisisi terhadap PT Vale Indonesia Tbk. dan membutuhkan dana besar.
“Artinya dalam kondisi seperti ini, bisa tetap sama atau naik pembayaran dividennya untuk PTBA. Apalagi, kalau kita lihat sebelumnya PGAS bahkan membagikan dividen sampai 100 persen,” ujarnya.
Meski begitu, dia menilai pilihan terbaik dari saham-saham BUMN saat ini tetap jatuh kepada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dan bank BUMN, seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Menurutnya, saham-saham BUMN menarik karena kondisi keuangannya yang cukup kuat. Selain itu, secara umum sektor perbankan dan sektor telekomunikasi diharapkan punya prospek cerah saat ekonomi mulai bergerak di tataran kenormalan baru.
“Selain itu, untuk telekomunikasi memang tidak ada pilihan lain selain TLKM, karena EXCL dan ISAT bukan pilihan. Di perbankan juga sama. Memang ada BBCA, tapi gap valuasinya sudah cukup jauh, maka pilihannya lebih baik BUMN perbankan,” ujarnya.