Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbal Hasil Obligasi Diramal Terus Bergerak Turun di Bawah 7 Persen

Tren imbal hasil di surat utang Indonesia diperkirakan terus lungsur, seiring dengan aliran modal asing yang masuk ke pasar obligasi. Animo investor diperkirakan akan meningkat seiring rencana pemerintah menerapkan kenormalan baru atau new normal setelah dua bulan membatasi aktivitas sosial dalam skala besar.
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com,JAKARTA— Aliran modal masuk investor asing membuat pasar obligasi Indonesia beranjak mengalami kenaikan dan mendorong imbal hasil atau yield menuju level support 7 persen.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengungkapkan pasar obligasi mencatat aliran modal masuk (inflow) sekitar Rp16,3 miliar pada akhir pekan lalu. Menurutnya, masuknya aliran modal asing ke pasar saham dan obligasi turut mendorong penguatan nilai tukar rupiah.

“Saat ini, imbal hasil obligasi sudah mulai menguji titik support di 7 persen, apabila imbal hasil surat utang negara [SUN] Indonesia tenor 10 tahun mengalami penurunan di bawah 7 persen, yield akan menuju 6,85 persen,” ujarnya, Kamis (4/6/2020).

Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.

Dia menyebut tidak menutup kemungkinan imbal hasil kembali mencoba menuju 6,85 persen. Namun, hal itu menurutnya tidak akan terjadi dalam kurun waktu singkat.

“Selama ekspektasi dan harapan masih kuat mendominasi pasar, maka 6,85 persen bukan sesuatu yang mustahil,” jelasnya.

Kendati demikian, Nico menggarisbawahi belum terlihat data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020. Kondisi akan cukup menarik apabila ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mengalami penurunan.

“Apakah investor akan mengabaikan atau terus memperhatikan, akan menjadi arah pasar berikutnya. Meskipun, kami melihat bahwa investor akan mengabaikan data data ekonomi yang ada karena gegap gempitanya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar [PSBB],” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper