Bisnis.com, JAKARTA – Saham Singapore Airlines Ltd. melonjak paling tajam sejak dalam lebih dari tiga dekade terakhir menyusul pelonggaran pembatasan dari berbagai negara di penjuru dunia.
Saham juga mendapat dorongan dari ekspektasi bahwa aksi rights issue yang sedang berlangsung akan membantu maskapai mempertahankan bisnisnya.
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham Singapore Airlines melonjak hingga 21 persen, terbesar sejak Oktober 1987. Perusahaan pada bulan Maret menargetkan S$8,8 miliar (US$6,2 miliar) dari rencana rights issue dan obligasi konversi untuk bersaing mengatasi dampak buruk dari pandemi virus coroan.
Investor memiliki waktu hingga Selasa pekan depan untuk membeli saham agar mendapatkan haknya dalam rights issue tersebut.
"Pembukaan kembali perekonomian yang digabungkan dengan rencana rights issue akan membantu Singapore Air memulihkan sebagian kerugiannya," kata Justin Tang, kepala Riset Asia di United First Partners, seperti dikutip Bloomberg.
"Fakta bahwa investor termasuk Temasek tertarik dengan rights issue dan instrumen lain perusahaan menunjukkan bahwa masih ada harapan bagi maskapai,” lanjutnya.
Baca Juga
Saham maskapai penerbangan secara global telah mendapatkan dorongan dari rencana pembukaan perekonomian kembali. Di Indonesia, saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sempat melonjak hingga 13 persen dalam dua sesi perdagangan terakhir.
Wabah virus corona telah menjerumuskan penerbangan global ke dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mencatat maskapai penerbangan membutuhkan bantuan pemerintah senilai US$200 miliar dan langkah-langkah bailout tahun ini untuk bertahan.
Singapore Air berpotensi meraih S$9,7 miliar dari obligasi konversi bertenor 10 tahun dan juga telah mengatur pinjaman senilai S$4 miliar dengan DBS Bank Ltd. untuk mendukung kebutuhan pendanaan jangka pendek.