Bisnis.com, JAKARTA – PT Jasa Marga (Persero) Tbk. menjajaki peluang relaksasi utang jangka pendek untuk menjaga likuiditas di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Operasional Jasa Marga mendapat tekanan cukup besar seiring pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berdampak pada penurunan volume lalu lintas jalan tol.
Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Agus Setiawan mengatakan perseroan akan melakukan efisiensi beban operasional serta melakukan penyesuaian belanja modal. Hal ini dilakukan untuk menjaga likuiditas perusahaan di tengah pandemi.
Selain itu, dia menuturkan perseroan tengah berupaya untuk mendapatkan relaksasi dari pihak perbankan. Perseroan juga mengharapkan dapat merelaksasi kredit investasi dari perbankan untuk konstruksi sejumlah ruas jalan tol baru.
“Relaksasi pinjaman investasi masih dalam pembahasan dengan perbankan,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Berdasarkan laporan keuangan 2019, emiten berkode saham JSMR ini tercatat memiliki total liabilitas senilai Rp76,49 triliun, terdiri dari Rp41,52 triliun kewajiban jangka pendek dan Rp34,96 triliun kewajiban jangka panjang.
Total utang perbankan yang menjadi kewajiban Jasa Marga mencapai Rp35,27 triliun per akhir Desember 2019. Jumlah itu terdiri dari Rp5,24 triliun utang bank jangka pendek dan utang bank jangka panjang sebanyak Rp30,03 triliun.
Baca Juga
Utang bank jangka pendek diperoleh dari tiga kreditur, yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Central Asia, dan Bank Permata.
Adapun utang bank jangka panjang berasal dari sedikitnya 22 bank. Pinjaman perbankan paling besar berasal dari bank milik negara sebanyak Rp15,13 triliun.
Sebelumnya, Corporate Finance Group Head Jasa Marga Eka Setya Adrianto juga menyatakan perseroan kini masih berfokus untuk menjaga likuiditas, di tengah seretnya arus kas penerimaan. Hal ini terjadi seiring dengan penurunan pendapatan tol yang disebabkan oleh penurunan lalu lintas di jalan tol.
Meski begitu, sejauh ini arus kas perseroan relatif terhitung masih positif. Pasalnya, penurunan arus kas masuk juga diiringi dengan penurunan arus kas untuk pembayaran kepada pihak kontraktor. Hal ini terjadi seiring dengan melambatnya progres penyelesaian konstruksi jalan tol di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah.