Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkay Moody’s Investor Service memperingatkan pelemahan rupiah terhadap dollar akan mengganggu kinerja emiten properti.
Vice President and Senior Credit Moody’s Jachinta Poh mengatakan dua per tiga emiten sektor properti memiliki utang dolar, sedangkan pendapatan berbasis rupiah. Hal ini, lanjutnya, akan memperlemah kemampuan membayar utang para emiten properti.
“Rupiah telah melemah sekitar 15 persen, menjadi yang terlemah sejak krisis finansial pada 1998 di sekitar Asia. Tekanan yang tinggi terhadap nilai tukar dapat mempengaruhi resiko emiten properti saat ini,” katanya dalam siaran resmi, Kamis (9/4/2020).
Jachinta menambahkan selain nilai tukar rupiah, Covid-19 juga telah mempengaruhi penjualan properti. Sementara lima dari enam pengembang properti telah memiliki lindung nilai finansial untuk melindungi jumlah pokok utang dolar AS.
Namun lindung nilai atau hedging hanya mencakup pelemahan nilai tukar rupiah pada tingkat tertentu, yakni sekitar 57 persen dari utang dolar AS per 31 Maret 2020. Selain itu , beban bunga dolar AS perusahaan sebagian besar tidak dilindung nilai.
Jachinta mengatakan dengan kemungkinan pendapatan yang lebih lemah dan beban utang yang lebih tinggi, Moody's mengharapkan leverage keuangan pengembang akan memburuk secara signifikan dalam beberapa bulan mendatang. Adapun metode penghitungan mengukur dari utang konstruksi per EBITDA.
Baca Juga
Menurutnya bila rupiah terus melemah ke Rp17.000 terhadap dolar AS hanya dua dari enam pengembang yang akan tetap berada dalam batas leverage yaitu PT Pakuwon Jati, Tbk. (PWON) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE). Keduanya memiliki peringkat Ba2 dan Ba3.
“PT Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dan PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) akan menjadi yang paling terekspos jika rupiah terdepresiasi ke 17.000,” pungkasnya.