Bisnis.com, JAKARTA – Para “penjaga” stabilitas moneter sejumlah negara merespons lonjakan volatilitas dan aksi jual besar-besaran oleh investor akhir-akhir ini dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing.
Pada Kamis (2/4/2020), Denmark mengungkapkan telah menghabiskan 64,7 miliar krona (US$9,4 miliar) pada Maret untuk mempertahankan stabilitas kurs mata uangnya, yang dipatok terhadap euro. Ini adalah nilai terbesar dalam lebih dari satu dekade.
Meski bank-bank sentral lain belum sedemikian terbuka mengenai berapa banyak yang telah mereka belanjakan, berikut gambaran tentang apa yang telah mereka lancarkan untuk membawa stabilitas ke dalam pasar mata uang lokal mereka.
Swiss
Dalam beberapa pekan terakhir, Swiss National Bank (SNB) tampaknya telah melakukan intervensi valuta asing terbesar dalam lima tahun, sebagaimana diindikasikan oleh lonjakan jumlah uang tunai yang disimpan bank-bank komersial sesuai ketetapan otoritas moneter.
Bulan lalu, SNB mengatakan bahwa mereka meningkatkan operasi pasar mata uang untuk mengendalikan penguatan kurs franc, yang menimbulkan ancaman deflasi dan risiko terhadap daya saing ekspor Swiss.
Baca Juga
Langkah tersebut sepertinya berbuah hasil. Franc mencatat volatilitas terealisasi terendah di antara mata uang negara-negara G-10 bulan lalu.
Israel
Sejak pecahnya wabah penyakit virus corona (Covid-19), kurs mata uang Israel, shekel, telah merosot tajam di tengah kekhawatiran perlambatan global dan pekiraan kontraksi ekonomi tahun ini oleh pejabat kementerian keuangan.
Kekhawatiran saat ini adalah bahwa kehancuran di pasar global dan pelarian ke aset-aset safe haven menyebabkan likuiditas dolar domestik. Bank sentral Israel sekarang meminjamkan cadangan greenback-nya melalui currency swap kepada pemberi pinjaman lokal.
Sementara itu, bank sentral juga telah menghentikan program pembelian mata uang asing untuk melemahkan shekel, seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur Andrew Abir bulan lalu.
Indonesia
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah, mengatakan BI secara langsung melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Meski nilai tukar rupiah saat ini dipandang berada di level yang memadai terhadap dolar AS, BI akan terus mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitasnya.
Pada Kamis (2/4/2020), Gubernur BI Perry Warjiyo mengutarakan optimismenya bahwa aliran dana masuk dari lelang surat utang akan membawa rupiah menguat ke level Rp15.000 pada akhir tahun dari level saat ini di sekitar Rp16.500 per dolar AS.
Brasil
Nilai tukar real Brasil telah mengalami peningkatan volatilitas pada tahun 2020 dan mencapai beberapa posisi terendah baru sepanjang masa hingga Maret.
Pergerakan nilai tukar mendorong pejabat bank sentral negara ini untuk melakukan intervensi besar-besaran melalui swap di pasar spot dan valuta asing, dengan menjual sekitar US$19 miliar sejak 27 Februari.
"Kami akan melakukan intervensi selama diperlukan," kata Direktur Kebijakan Moneter bank sentral Brasil, Bruno Serra, di Sao Paulo bulan lalu. Dia berjanji akan melakukan segala yang diperlukan setiap kali dilihat terjadi disfungsional pasar valuta asing.
Amerika Serikat
Ada tanda-tanda bahwa langkah-langkah yang diambil oleh para pembuat kebijakan global, seperti swap line dengan bank-bank sentral di seluruh dunia dan pelonggaran kuantitatif, telah mengurangi permintaan untuk greenback.
Namun, seperti yang acapkali terjadi selama fluktuasi mata uang yang ekstrem, terdapat spekulasi tentang sesuatu yang serupa dengan Plaza Accord 1985, suatu kesepakatan yang dibuat antar pemerintah sejumlah negara untuk mengendalikan dolar AS.
“Ada probabilitas yang meningkat bahwa Federal Reserve dan Departemen Keuangan AS akan melakukan intervensi pertukaran mata uang asing,” tulis pakar strategi Goldman Sachs Group Inc. Zach Pandl, seperti dilansir dari Bloomberg.
Tetap saja, bagi kebanyakan orang, langkah tersebut dianggap masih jauh untuk dilakukan saat ini.