Bisnis.com, JAKARTA – Pendapatan PT Bakrie & Brothers Tbk. turun 3,14 persen ke posisi Rp3,23 triliun tetapi perseroan justru berhasil membalik posisi keuangan dari rugi menjadi laba bersih.
Berdasarkan laporang keuangan 2019, kinerja keuangan perseroan ditopang oleh pos bagian laba atas entitas sebesar Rp758,87 miliar tumbuh 338,12 persen dari tahun lalu Rp173,21 miliar. Adapun entitas yang menjadi tulang punggung adalah Bakrie Petroleum International Pte Ltd.
Adapun segmen infrastruktur dan manufaktur menyumbang Rp2,79 triliun naik dari posisi tahun lalu Rp2,67 triliun. Sementara itu segmen pabrikasi dan konstruksi menyumbang Rp363,43 miliar turun dari posisi Rp538,34 miliar. Terakhir segmen perdagangan jasa dan investasi menyumbang Rp81,23 miliar.
Selain itu, emiten berkode saham BNBR itu juga mendapatkan keuntungan atas selisih kurs senilai Rp90,13 miliar. Manajemen juga dapat menekan beban pokok 4,02 persen menjadi Rp2,55 triliun.
Dengan begitu laba bersih yang bisa diatribusikan menjadi Rp852,95 miliar berbalik dari posisi rugi tahun sebelumnya Rp1,26 triliun. Adapun laba per saham ikut naik ke posisi Rp447,16 miliar dari posisi rugi per saham Rp661,05.
Direktur Utama Bakrie & Brothers Anindya Novyan Bakrie mengatakan penurunan pendapatan terjadi karena perseroan melakukan beberapa transisi. Akan tetapi, BNBR tetap mengalami pertumbuhan pendapatan sekitar 14 persen per tahun.
Baca Juga
“Dalam 2 tahun terakhir kami fokus pada bisnis yang menghasilkan seperti infratruktur terutama baja. Namun, kami juga ingin memastikan efisiensi dan menaikkan pendapatan sekitar 14 persen per tahun,” katanya pada Senin (30/3).
Meski demikian, Anindya belum bisa memastikan rencana target pendapatan dan laba bersih pada tahun tikus logam. Pasalnya, penyebaran virus korona menjadi faktor yang sebelumnya tidak diperhitungkan.
Menurutnya, segmen bisnis infrastruktur dan manufaktur masih akan menjadi penopang utama, terutama unit bisnis baja dan pipa.
Sebagai informasi, PT Bakrie Pipe Industries (BPI) unit usaha Perseroan yang memproduksi pipa baja, mampu mencatatkan pendapatan Rp1,8 triliun, meningkat 12 persen dibanding 2018 Rp1,6 triliun.
Namun demikian, bisnis minyak dan gas diperkirakan melesu. Perserteruan antara Rusia dan Arab Saudi telah mengerek harga komoditas itu turun, sehingga Anindya pesimistis bisnis itu akan menorehkan kinerja serupa.
“Paling tidak manufaktur dan infrastruktur harusnya stabil, tetapi minyak dan gas bakal terganggu karena harga saat ini di level US$20 sedangkan tahun lalu US$50,” katanya.
Perseroan, lanjutnya, bakal berupaya menyeimbangkan unit bisnis pipa dan baja yang cenderung membidik industri minyak dan gas daripada pasar secara umum.