Bisnis.com, JAKARTA – Emiten yang bermain di sektor infrastruktur jalan tol bakal menghadapi tekanan berat pada tahun ini seiring dengan penurunan mobilitas masyarakat untuk mencegah penyebaran virus corona.
Analis PT Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christopher Jordan menyatakan bahwa dengan adanya imbauan dari pemerintah untuk bekerja dari rumah dipastikan akan menjadi penyebab utama penurunan volume lalu lintas di jalan tol.
“Banyak orang mulai WFH [work from home] dan mengisolasi diri di rumah. Aktivitas masyarakat yang berpergian mulai terbatas sehingga jalan tol pun sepi,” ujarnya kepada Bisnis.com.
Dia menambahkan hal ini berpotensi akan mengganggu fundamental perusahaan-perusahaan jalan tol. Meski begitu belum dapat dipastikan seberapa besar dampaknya terhadap emiten.
Satu hal yang dapat dipastikan adalah mengulang kinerja seperti tahun sebelumnya menjadi sesuatu yang muskil. Beban akan semakin menjulang karena pendapatan menurun.
“Nanti hasilnya akan terlihat di laporan kinerja kuartal I/2020. Kalau sampai rugi saya kurang tahu, yang pasti kinerja akan lebih buruk dibandingkan tahun lalu.”
Baca Juga
Selain itu, rencana sejumlah emiten untuk menjual kepemilikan di ruas tol tertentu untuk mendapatkan dana segar akan terganggu. Sekalipun sudah mendapatkan calon pembeli, emiten tetap perlu berhati-hati dan mengantisipasi segala skenario terburuk.
Sementara itu, Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee berpendapat penyebaran virus corona di Indonesia bakal memukur semua sektor industri, termasuk infrastruktur jalan tol. Namun menurutnya, dampak negatif ini hanya bersifat jangka pendek.
“Tapi kita harus melihat pukulan ini hanya short term, 3—6 bulan. Jadi tidak menyebabkan kerusakan fundamental bagi company, kalau wabah ini selesai dia bisa bangkit lagi, tapi untuk medium and long term,” jelasnya.
Potensi penurunan pendapatan juga semakin besar apabila pemerintah melarang mudik lebaran pada tahun ini. Dia menilai secara kumulatif penurunan volume lalu lintas pada tahun ini dapat dapat menyebabkan penurunan pendapatan emiten jalan tol sebesar 20 persen hingga 25 persen, dengan skenario virus corona masih mewabah hingga Juli—Agustus.
Hans menilai penurunan volume terbesar akan terjadi pada kendaraan angkutan logistik darat dan kendaraan umum. Adapun, volume kendaraan pribadi diperkirakan tidak akan turun terlalu dalam.
Selain mengganggu pendapatan, menurutnya kondisi ini juga akan berdampak negatif bagi rencana investasi emiten pada tahun ini. Artinya, rencana penambahan ruas ataupun penyelesaian sejumlah ruas baru akan tersendat.
“Kalai dilihat dampaknya mungkin tidak akan fundamental ke perusahaan, ini kan kemungkinan pendapatannya akan turun, tapi bukan jadi negatif [rugi], di short term pendapatan turun karena volume kendaraan turun, tapi pribadi sepertinya akan tetap jalan,” ujarnya.
Dia juga memperkirakan setelah dampak virus corona usai, kegiatan operasional emiten jalan tol akan pulih dengan cepat. Dengan syarat, kegiatan ekonomi masyarakat akan langsung membaik seperti semula setelah pandemi ini berlalu.
Meurutnya, di tengah goncangan seperti saat ini, emiten jalan tol dengan kas besar memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. yang memiliki kas tebal merupakan salah satu emiten dalam kategori tersebut.
“Kasnya, likuditasnya, kalau likuid, tidak masalah. Jasa Marga contohnya, tidak masalah sih karena kasnya besar. Jadi pasti ada dampak, tapi saya tidak pikir pengaruhnya akan besar ke mereka,” ujarnya.
Dia masih merekomendasikan saham Jasa Marga yang berkode JSMR untuk dikoleksi. Adapun, target 12 bulan untuk emiten tersebut adalah Rp.3200 per saham. Saham CMNP juga direkomendasikan dengan target harga Rp1.630 per saham.
Begitu pula saham ASII yang memiliki bisnis infrastrutkur jalan tol. Dia menetapkan target harga untuk emiten tersebut sebesar Rp5.200. Adapun, satu-satunya saham yang tidak diberikan rekomendasi beli adalah META.
“Semua direkomendasikan beli, kecuali untuk META hold,” ujarnya.