Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Recovery Bond Dinilai Tepat, Apa Alasannya?

Tingkat imbal hasil recovery bond ini tidak akan jauh dari harga pasar
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana penerbitan surat berharga (SBN) jenis baru yakni recovery bond oleh pemerintah dinilai sebagai langkah yang tepat untuk menggalang dana penanggulangan virus corona (Covid-19). 

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan pemerintah membutuhkan alokasi dana yang besar untuk penanggulangan pandemi Covid-19, baik secara langsung dari sisi medis maupun dari sisi perekonomian.

“Karena ini kan di luar rencana. Tentu [alokasi dana untuk wabah] tidak dianggarkan di awal tahun. Tiba-tiba sekarang pemerintah butuh dana khusus,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (26/3/2020)

Maka dari itu, Ramdhan menyebut opsi penerbitan recovery bond ini tepat karena dapat membuka gerbang bagi Bank Indonesia serta sektor swasta untuk ‘gotong royong’ membantu negara menangani dampak pandemi. 

Adapun dia menilai sasaran utama dari surat utang ini adalah Bank Indonesia. Apalagi dengan rencana diterbitkannya regulasi khusus yang mengatur agar Bank Sentral dapat langsung membeli bond dari primary market.

“[Recovery bond] Ini dikondisikan akan diserap sama BI sebagian besar. Ibaratnya BI memberi ke negara dan mungkin mengajak korporasi juga. Jadi disediakan payung hukumnya,” imbuh Ramdhan.

Dia memproyeksikan tingkat imbal hasil recovery bond ini tidak akan jauh dari harga pasar yakni di kisaran 8,38 persen untuk obligasi dengan tenor 10 tahun (berdasarkan data Asian Bonds Online per 25 Maret 2020).

“Karena BI yang masuk, mungkin akan didiskon tapi saya rasa nggak mungkin sampai kisaran 6 persen. Pasti di kisaran 7,5 sampai 8 persen lah,” tutur Ramdhan.

Kemungkinan besar, tambahnya, surat utang juga bakal dilengkapi dengan sejumlah insentif misalnya pengurangan pajak atau kemudahan lainnya sebagai pemanis untuk sektor swasta agar turut membeli. 

Meskipun demikian, kata Ramdhan, idealnya surat utang yang diterbitkan berjangka pendek atau menengah, dengan tenor di kisaran 3—5 tahun dan jenis SBN yang tak dapat diperjualbelikan kembali.

Pasalnya, dana yang dibutuhkan adalah untuk pembiayaan jangka pendek dan untuk alasan force majeure ,sehingga Ramdhan menilai kurang relevan jika SBN tersebut masih beredar di pasar dalam beberapa tahun ke depan.

 “Tenor 3—5 tahun juga bisa lebih rendah dari sisi bunga,” tambahnya.

Sebelumnya, Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan pemerintah akan menerbitkan recovery bond untuk menutup biaya penanggulangan wabah ini. Pun, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menjadi landasan hukum untuk penerbitan SBN baru ini tengah digodok.

Dana yang terkumpul melalui recovery bond akan dikumpulkan oleh pemerintah dan disalurkan kepada dunia usaha dalam bentuk kredit khusus yang akan dirancang seringan mungkin bagi dunia usaha dengan sejumlah syarat tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper