Bisnis.com, JAKARTA - Pasar saham di Asia diprediksi akan dibuka bervariasi menyusul penguatan berturut-turut yang terjadi di pasar global yang pertama kali terjadi sejak pertengahan Februari lalu.
Dilansir dari Bloomberg, indeks S&P 500 yang sempat menguat hingga 5 persen sebelum akhirnya menutup perdagangan di posisi 2.475,56 atau menguat 1 persen. Terhentinya reli penguatan tersebut disebabkan oleh negosiasi alot yang terjadi di Senat Amerika Serikat terkait paket stimulus ekonomi untuk menghadapi virus corona.
Senat AS akan melakukan voting terkait stimulus tersebut pada hari Rabu waktu setempat. Nilai paket stimulus tersebut berada di kisara US$2 triliun, yang US$500 miliar diantaranya akan digunakan untuk pinjaman dan bantuan kepada perusahaan-perusahaan besar, serta bantuan ke negara bagian dan kota-kota yang terdampak virus ini.
Portfolio Manager di Janus Henderson Investors Oliver Blackbourn menuturkan, paket kebijakan ini dapat meredakan kepanikan masyarakat dan korporasi akan dampak virus corona terhadap perekonomian AS.
“Meskipun kebijakan ini akan mengurangi dampak negatif ke perekonomian, perkembangan data kesehatan yang positif efeknya akan lebih besar,” katanya dikutip dari Bloomberg, Kamis (26/3/2020).
Pada penutupan sebelumnya, indeks jepang Nikkei 225 terkontraksi 1,9 persen, sementara itu indeks Hang Seng mengalami kenaikan 0,9 persen. Penguatan juga terjadi pada indeks S&P/ASX 200 Australia yang naik 2,1 persen.
Baca Juga
Sementara itu, nilai mata uang Yen terpantau stabil di level 111,20 per dollar AS yang juga diikuti oleh kenaikan nilai mata uang Euro sebesar 1 persen. Di sisi lain, mata uang Yuan mengalami kontraksi 0,6 persen pada angka 7,1275 per dollar AS.
Pada pasar obligasi dan komoditas, tingkat imbal hasil obligasi AS (US Treasury) tenor 10 tahun naik 2 basis poin ke posisi 0,87 persen pada Rabu kemarin. Sementara itu harga minyak West Texas Intermediate menguat 1,3 persen ke US$24,31 per barel dan harga emas terpantau stabil di US$1.618 per ons setelah terkontraksi 0,9 persen.