Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah diperdagangkan mendekati level terendah dalam empat tahun terakhir pada perdagangan Selasa (17/3/2020) setelah sejumlah negara memperketat pembatasan akses masuk untuk membendung penyebaran virus corona (Covid-19).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April menguat 4,04 persen atau 1,16 poin ke level US$29,86 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 12.50 WIB. Sebelumnya pada Senin (16/3/2020),WTI ditutup anjlok 3,03 poin ke US$28,70 per barel.
Dalam waktu yang sama, siang ini minyak mentah Brent untuk kontrak Mei mengat 2,1 persen atau 0,63 poin menuju US$30,68 per barel. Sebelumnya Brent ditutup melemah 3,80 poin ke level US$30,05 per barel, setelah sempat turun di bawah US$30 untuk pertama kalinya sejak 2016.
Para pemimpin G7 mengatakan mereka akan melakukan 'apa pun yang diperlukan' untuk memastikan tanggapan yang terkoordinasi secara global terhadap pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya.
Presiden AS Donald Trump mengubah nada bicaranya dan mengatakan bahwa warga Amerika harus menghindari berkumpul dalam kelompok lebih dari 10 orang, sedangkan Kanada menutup perbatasannya dan melarang warga asing masuk.
Adapun Prancis tengah mempertimbangkan memperketat lockdown nasional, sementara Jerman menutup perbatasannya dengan lima negara tetangga.
Baca Juga
Minyak anjlok pada Senin karena langkah darurat besar-besaran oleh Federal Reserve AS untuk melindungi ekonomi gagal memadamkan ketakutan yang mencengkeram pasar, dengan indeks S&P 500 jatuh 12 persen.
Proyeksi permintaan minyak minyak global dipangkas secara dramatis ketika langkah-langkah pemerintah untuk menahan penyebaran Covid-19 membatasi pergerakan orang dan menghempaskan rantai pasokan ke dalam kekacauan.
Pada saat yang sama, produsen raksasa menggenjot pasokan ke pasar setelah runtuhnya aliansi OPEC+. Arab Saudi tidak menunjukkan tanda-tanda mundur dalam perang harga dengan Rusia, setelah Aramco mengatakan mereka 'sangat nyaman' dengan harga minyak di bawah US$30 per barel.
"Bahan bakar semakin hancur," kata Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group Inc, seperti dikutip Bloomberg. "Hancurnya permintaan yang kami khawatirkan sudah terjadi."
Dengan maskapai mengurangi jumlah penerbangan setiap hari dan semakin banyak negara-negara Eropa yang menutup akses mereka, pasar minyak menuju level kelebihan pasokan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Chief executive officer Prosper Trading Academy, Scott Bauer, mengatakan kondisi ini kemungkinan akan bertambah buruk.
“Ada penurunan lebih lanjut untuk pasar minyak, tetapi siapa pun bisa menebak seberapa dalam penurunan ini. Tidak ada seorang ahli di dunia yang bisa meramalkan ini,” ungkapnya.