Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Volume Penjualan Naik 28 Persen, Simak Strategi Semen Indonesia (SMGR)

Sepanjang 2019, secara konsolidasi, Semen Indonesia mencatatkan total volume penjualan sebesar 42,6 juta ton, termasuk dari Thang Long Cement Vietnam. Volume penjualan tersebut meningkat 28,5 persen dibandingkan 2018 sebesar 33,2 juta ton.
Pekerja memindahkan semen Tonasa (Semen Indonesia Group) ke atas kapal di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (10/6)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Pekerja memindahkan semen Tonasa (Semen Indonesia Group) ke atas kapal di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (10/6)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. membukukan penurunan laba bersih akibat peningkatan beban keuangan. Namun, hal ini dapat diimbangi dengan efisiensi beban keuangan.

Pada 2019, perseroan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 22,31 persen menjadi Rp2,39 triliun. Penurunan ini lebih banyak disebabkan oleh peningkatan beban keuangan dalam proses akuisisi SBI.

Meski meningkat, perseroan sejatinya telah berupaya upaya untuk menurunkan beban keuangan. Salah satunya dengan melunasi pinjaan sebesar Rp1,4 triliun pada 2019. Perseroan juga melakukan refinancing pinjaman obligasi dengan bunga yang lebih kompetitif.

Direktur Utama Semen Indonesia Hendi Prio Santoso menyatakan dengan kinerja tersebut, perseroan membukukan pertumbuhan margin earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) sebesar 21,5 persen, meningkat 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan margin EBITDA ini berasal dari berbagai inisiatif strategis yang dilakukan perseroan, mulai dari integrasi Solusi Bangun Indonesia [SBI], optimalisasi fungsi strategis, di bidang marketing, supply chain, procurement, dan berbagai langkah cost transformation,” ujarnya melalui siaran pers, Selasa (17/3/2020).

Sepanjang 2019, secara konsolidasi, Semen Indonesia mencatatkan total volume penjualan sebesar 42,6 juta ton, termasuk dari Thang Long Cement Vietnam. Volume penjualan tersebut meningkat 28,5 persen dibandingkan 2018 sebesar 33,2 juta ton.

Di pasar domestik, perseroan membukukan penjualan 36,3 juta ton pada 2019, naik 32,5 persen dari tahun sebelumnya. Kinerja penjualan ini terjadi di tengah permintaan pasar yang tumbuh tipis 0,3 persen.

Di pasar regional, perseroan membukukan volume penjualan sebesar 6,3 juta ton, khususnya di pasar Vietnam. Jumlah penjualan ini mengalami peningkatan sebesar 9,1 persen secara tahunan.


KINERJA KEUANGAN

Berdasarkan laporan keuangan 2019, perseroan menghasilkan laba bersih senilai Rp2,39 triliun. Jumlah ini menurun 22,31 persen dibandingkan raihan laba pada 2018 yang mencapai Rp3,51 triliun.

Meski laba mengalami penurunan, pada 2019 perseroan mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 31,35 persen menjadi Rp40,3 triliun.

Pertumbuhan pendapatan ini dihasilkan dari pengelolaan aset sebesar Rp79,8 triliun yang naik 57,15 persen secara tahunan. Peningkatan aset ini didorong oleh pertumbuhan aset tidak lancar sebesar 82,02 persen, menjadi Rp63,14 triliun.

Kenaikan pendapatan juga diiringi dengan kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 29,48 persen menjadi Rp27,65 triliun. Kenaikan beban pokok yang lebih rendah dari kenaikan pendapatan membuat laba kotor perseroan tumbuh 36,26 persen menjadi Rp12,71 triliun.

Meski begitu, kenaikan beberapa komponen beban lain membuat laba bersih perseroan pada akhirnya harus terkoreksi.

Salah satu beban yang meningkat paling tinggi adalah beban keuangan, mejadi Rp3,2 triliun. Jumlah ini meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan beban keuangan pada 2018 sebesar Rp959,25 miliar.

Kenaikan beban bunga ini berkaitan dengan besarnya penggalangan dana pada tahun lalu. Hal ini terlihat dari arus kas untuk aktivitas pendanaan yang tercatat sebesar Rp10,28 triliun.

Arus kas masuk ini melonjak signifikan jika dibandingkan dengan posisi pada 2018, yakni negatif Rp1,06 triliun. Pendorong kenaikan arus kas ini adalah peningkatan utang bank jangka panjang, penerimaan dana syirkah temporer, dan penerimaan utang obligasi.

Selain itu, beban bunga yang meningkat tercermin dari kenaikan liabilitas sebesar 141,71 persen secara tahunan menjadi Rp43,91 triliun.

Kenaikan pada liabilitas jangka panjang sebesar 217,11 persen menjadi Rp31,67 triliun merupakan salah satu pendorong utamanya. Peningkatan itu disebabkan oleh jumlah pinjaman bank dan utang obligasi yang naik signifikan.

Kebutuhan dana jumbo ini tak lain disebabkan oleh besarnya kebutuhan investasi atau belanja modal perseroan untuk akuisisi.

Hal ini terlihat dari kenaikan arus kas bersih untuk kegiatan investasi yang meningkat 859,21 persen menjadi Rp17,16 triliun. Sebanyak Rp15,45 triliun di antaranya digunakan untuk akuisisi entitas anak.

Sementara itu, arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasional perseroan tercatat meningkat 25,78 persen menjadi Rp5,6 triliun. Salah satu pendorong kenaikan arus kas bersih tersebut adalah penerimaan pelanggan yang naik menjadi Rp40,47 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper