Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah dan mata uang Asia lainnya cenderung tak berdaya menghadapi sentiment kekagetan pasar akibat pemangkasan suku bung Federal reserve secara tiba-tiba.
Di sisi lain, kekhawatiran akibat pandemi virus corona masih menjadi sentimen yang membuat investor menghindar dari asset berisiko seperti mata uang.
Pada akhir perdagangan Senin (16/3/2020), rupiah tercatat melemah 1,05 persen atau 155 poin ke level Rp14.933 per dolar AS dibandingkan penutupan sebelumnya di level 14.815.
Di sisi lain indeks dolar AS juga terpantau melemah 1,15 persen atau 1,136 poin ke level 97,613 pada pukul 15.52 WIB.
Pelemahan greenback merupakan buntut dari langkah Bank Sentral AS yang secara mendadak kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 100bps menjadi 0,25 persen pagi tadi.
Sebelumnya, pada awal Maret lalu Bank Sentral AS itu memotong suku bunganya sebesar 50bps menjadi 1,25 persen. Secara year to date total suku bunga acuan The Fed telah berkurang 1,5 persen.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan tindakan The Fed yang cukup agresif memberikan sinyal yang kurang positif bagi pasar keuangan negara berkembang, sehingga investor memilih masuk ke aset safe haven kembali, tercermin dari pasar Asia yang sebagian besar juga terkoreksi.
Menurutnya, ini membuat pelaku pasar menganggap dampak ekonomi yang ditimbulkan dari wabah corona atau Covid-19 lebih parah dari yang diproyeksikan sebelumnya. Langkah The Fed memberikan efek domino yang membuat bank sentral lain turut memangkas suku bunga mereka dan merilis sejumlah kebijakan moneter.
“Sinyalnya jadi negatif. Ada apa kok sampai Bank Sentral AS sendiri sudah menurunkan 1,5 persen? Padahal sebelumnya assessment mereka masih cukup positif bahwa ekonomi AS masih kuat,” tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (16/3/2020).
Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan berbagai downside risk menyebabkan rupiah terdepresiasi, baik dari faktor global maupun dalam negeri.
Dari global, kata Fikri, kecenderungan investor untuk memindahkan dana mereka ke aset yang lebih aman menjadi penekan rupiah. Sementara dari domestik, merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri menjadi sentimen utama.
“Sentimen tersebut menjadikan capital outflow di pasar keuangan dalam negeri, walau sebenarnya spread SUN-US Treasury yang melebar harusnya menjadi pendorong apresiasi rupiah,” kata dia.
Adapun mempertimbangkan besarnya risiko dan kemungkinan terjadi shock yang didorong oleh harga minyak dunia, US Treasury dan pergerakan bursa saham AS, Fikri memprediksi rupiah masih akan bergerak di rentang cukup lebar antara 14.800 – 15.100.
Kinerja mata uang Asia per Senin (16/3/2020)
sumber: Bloomberg
Senada, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menyebut rupiah mengalami pelemahan terutama karena kekhawatiran pandemi Covid-19.
“Apalagi pemerintah Indonesia juga mulai mengimbau untuk melakukan aktivitas di rumah demi mencegah penyebaran virus lebih luas,” kata Ariston.
Di sisi lain, tambahnya, stimulus The Fed juga dinilai belum menunjukkan tajinya untuk memberikan dampak positif pada aset berisiko. Terlihat dari indeks mayoritas saham Asia yang malah anjlok pada perdagangan Senin (16/3/2020).
Ariston memproyeksikan selama seminggu ke depan tren pelemahan rupiah masih akan berlangsung dengan rentang yang cukup lebar yakni 14.700-15.500. Namun, menurutnya situasi dapat berubah jika ada perkembangan positif soal Covid-19.