Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Korea Selatan berakhir anjlok lebih dari 4 persen pada perdagangan hari ini, Senin (9/3/2020), seiring dengan meningkatnya volatilitas pasar akibat wabah virus corona (Covid-19).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Kospi ditutup di level 1.954,77 dengan penurunan tajam 4,19 persen atau 85,45 poin dari posisi 2.040,22 pada akhir perdagangan Jumat (6/3/2020).
Penurunan yang dibukukan pada akhir perdagangan Senin adalah yang terbesar sejak anjlok 4,4 persen pada 11 Oktober 2018. Dari 792 saham yang diperdagangkan, sebanyak 37 saham menguat, 746 saham melemah, dan 9 saham lainnya stagnan.
Saham Hyundai Energy Solutions Co. Ltd. mencatat penurunan tertajam sebesar 18,74 persen, disusul Hanjin Heavy Industries & Constructions yang merosot 18,41 persen.
Sementara itu, saham raksasa teknologi Korsel Samsung Electronics Co. Ltd. menjadi penekan utama pelemahan Kospi dengan ditutup tersungkur 2.300 poin atau 4,07 persen ke level 54.200 won, pelemahan hari kedua berturut-turut.
Dikutip dari Bloomberg, indeks Volatilitas Kospi 200 yang mengukur ekspektasi volatilitas pada Kospi 200 melonjak 32 persen, terbesar sejak 10 April 2019.
Baca Juga
Menurut Seo Sang-young, ahli strategi ekuitas di Kiwoom Securities, volatilitas diperkirakan akan meningkat pada pasar ekuitas global di tengah penyebaran wabah virus corona di Amerika Serikat dan Eropa.
“Dan itu memicu kekhawatiran seputar deflasi dalam ekonomi global,” terang Sang-young. Namun, tambahnya, saham teknologi Korea di sektor listrik dan elektronik sebagian besar kemungkinan akan rebound indeks mencapai bottom.
Bersama Kospi, nilai tukar won lanjut melemah 12,19 poin atau 1,02 persen ke level 1.204,51 per dolar AS, setelah berakhir di posisi 1.192,32 dengan depresiasi 0,93 persen pada Jumat (6/3/2020).
Wabah virus corona telah menyebar ke sekitar separuh dari total jumlah negara di dunia, dengan jumlah kematian menembus angka 3.800 secara global. Pada saat yang sama, pasar minyak jatuh sekitar 30 persen setelah disintegrasi aliansi OPEC+ memicu perang harga habis-habisan antara Arab Saudi dan Rusia.
“Volatilitas yang lebih besar di pasar negara berkembang tampaknya tidak terhindarkan untuk saat ini, dengan semakin banyak kasus virus corona di AS dan penurunan harga minyak global,” ujar Kim Yumi, ahli strategi pasar di Kiwoom Securities, Seoul.