Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga memasuki area konsolidasi setelah terjadi penurunan tajam dalam beberarapa perdagangan terakhir akibat sentimen wabah virus corona. Wabah itu diproyeksi memperlambat pertumbuhan ekonomi China, salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan tembaga telah menjadi salah satu komoditas yang paling tertekan selain minyak akibat sentimen virus corona. Pasalnya, permintaan dari China menyumbang sekitar 50 persen terhadap permintaan logam dunia. Di sisi lain dan virus corona telah melemahkan aktivitas ekonomi China.
Padahal, di awal tahun, prospek harga tembaga diyakini lebih cetah. Pasar menilai kebutuhan terhadap tembaga akan semakin membaik dan di sisi lain pasokan semakin terbatas sehingga dalam jangka panjang tembaga punya prospek yang menjanjikan.
“Secara jangka pendek memang masih buruk karena virus corona, tetapi jangka panjang tembaga masih cukup baik,” ujar Wahyu kepada Bisnis, Kamis (6/2/2020).
Oleh karena itu, berbalik menguatnya harga tembaga saat ini setelah mengalami penurunan terlama sepanjang sejarah memberikan sinyal bahwa harga tembaga telah memasuki area konsolidasi untuk bergerak menguat.
Wahyu mengatakan,area konsolidasi harga tembaga berada di sekitar US$5000-an per ton. Saat ini, harga tembaga akan menguji level terendah sejak Mei 2017 di kisaran US$5.464 per ton, jika menembus level tersebut tembaga berpotensi anjlok ke level terendah sejak Januari 2016 di kisaran US$4.317 per ton.
Baca Juga
Namun, dia memproyeksi sepanjang kuartal pertama tahun ini harga tembaga bergerak di kisaran US$4.300 per ton hingga US$6.500 per ton. Pergerakan akan ditentukan oleh antisipasi dunia terhadap dampak wabah virus corona.
Pada penutupan perdagangan Kamis (6/2/2020), harga tembaga di bursa London bergerak naik 1,85 persen menjadi US$5.722 per ton. Penguatan tersebut didukung oleh bantuan likuidas oleh pemerintah China ke pasar yang juga membangkitkan sentimen investasi aset berisiko, termasuk tembaga.
“Tahun 2020 akan ditentukan oleh sejauh mana isu virus corona ini merebak, apakah virus ini merupakan black swan 2020 yang menekan pasar finansial dan komoditas global?,” ujar Wahyu.