Bisnis.com, JAKARTA – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. masih berfokus untuk mempersiapkan divestasi anak usaha dan transformasi bisnis sebagai langkah awal usai melakukan restrukturisasi utang yang disepakati pada pekan lalu.
“Setelah restrukturisasi, dari sisi internal Krakatau Steel akan fokus menyelesaikan proses transformasi, efisiensi, dan optimalisasi pasar,” kata Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim kepada Bisnis.com, Senin (3/2/2020).
Dia mengatakan perseroan masih berupaya mempersiapkan realisasi rencana divestasi anak usaha pada tahun ini. Silmy memperkirakan perseroan baru akan melakukan realisasi rencana itu mulai kuartal II/2020.
“Rencana divestasi adalah keniscayaan dan kami sedang finalisasi. Kuartal I/2020 kami akan fokus mempersiapkan itu. Pada kuartal II/2020 akan ada langkah nyata kaitan divestasi yang direncanakan,” ujarnya.
Divestasi anak usaha dapat dilakukan dengan dua skema, yakni melepas ke investor strategis dan memboyong anak usaha untuk melakukan go public atau IPO.
Hal itu perlu dilakukan perseoan sebagai komitmen dalam restrukturisasi utang senilai US$2 miliar yang disepakati pekan lalu. Perseroan kini membutuhkan dana segar untuk melakukan pembayaran utang sesuai restrukturisasi tersebut.
Baca Juga
“Bisa strategic patner, bisa IPO. Sedang kami evaluasi,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan menjelaskan restrukturisasi tersebut merupakan upaya untuk mengurangi tekanan beban bunga dan perpanjangan periode utang. Namun, hal ini dinilai belum benar-benar menyelesaikan persoalan fundamental KRAS.
“Karena melihat kondisi saat ini dimana baja impor masih konsisten dan KRAS juga belum bisa mengasilkan produk yang bisa bersaing dengan produk baja impor, maka permasalahan utama tersebut belum terjawab dengan restrukturisasi,” jelasnya.
Permasalahan utama KRAS yang tidak mampu bersaing dengan produk impor, lanjutnya, sudah coba diatasi dengan pemutakhiran teknologi produksi melalui proyek Blast Furnace. Namun, sejak digulirkan pada 2012, proyek ini belum memberikan kontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.
“Sejak 2012 sampai 2019 KRAS belum bisa menghasilkan profit, bahkan pada 2014 dan 2016 mengalami flow-based insovancy atau EBITDA negatif. Kondisi operasional yang tidak menghasilkan profit membuat pendanaan belanja modal, termasuk Blast Furnace, menggunakan utang berbunga,” jelasnya.
Dia mengatakan kondisi ini bahkan membuat kebutuhan modal kerja perseroan juga turut didanai dari utang berbunga. Kondisi ini pula yang membuat utang perseroan menumpuk, kondisi perusahaan yang merugi , dan kemampuan tidak mampu membayar beban utang.
Di sisi lain, divestasi anak usaha yang dilakukan oleh perseroan hanya dinilai sebagai upaya untuk mendatangkan dana segar secepatnya untuk meyakinkan kreditur dan mengurangi beban utang perseroan.
“Jadi divestasi lebih kepada menurunkan utang perseroan dengan pembayaran yang dihasilkan dari divestasi anak usaha. Untuk nilai tiga anak usahanya yang sempat diwacanakan akan dilepas, KTI, KBS, dan KDL) nilai kasarnya sekitar Rp8 triliun,” katanya.