Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan atau IHSG terjun bebas menembus level psikologis di bawah 6.000. Namun, penurunan harga terendah sejak Mei 2019 ini diyakini hanya sementara.
Penurunan indeks tersebut dipicu oleh kondisi pasar yang tidak menentu, antara lain sentimen global penyebaran virus corona di China. Dari dalam negeri, kasus dugaan korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan penurunan kinerja PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri menambah kekhawatiran pelaku pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (31/1), IHSG turun 1,94 persen atau 117,5 poin menjadi 5.940. Penutupan IHSG kali ini tercatat menjadi yang terendah sejak 8 bulan terakhir.
Adapun sepanjang Januari 2020, IHSG telah terdepresiasi 5,71 persen dan menjadi kinerja terburuk IHSG dalam 9 tahun terakhir. (Lihat infografis). Padahal, periode Januari atau biasa disebut dengan istilah January Effect biasanya diyakini sebagai momentum penguatan IHSG.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai bahwa IHSG masih akan bertahan di zona merah hingga beberapa bulan ke depan.
“Pelemahan IHSG berpotensi bertahan sampai jangka menengah karena efek corona, dan bisa bertahan di zona merah hingga 2 bulan ke depan,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (31/1).
Baca Juga
Merebaknya virus corona ini dapat dipastikan akan mengganggu pertumbuhan ekonomi China sebagai salah satu negara dengan pendapatan domestik bruto terbesar di dunia.
Senada, Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan menyatakan bahwa pelemahan IHSG akan berlanjut hingga 2 bulan ke depan.
Namun, dia optimistis bahwa pada pekan pertama Februari akan terjadi penguatan saham.
Meski demikian, penguatan nilai saham pada pekan depan tidak berlangsung lama karena naiknya IHSG pada awal Februari lebih disebabkan oleh pelemahan sekarang ini sudah memasuki fase jenuh jual.
“Penguatan nilai saham minggu depan akan lebih ke technical rebound. Kisaran nilainya antara 5.850 sampai 6.050,” jelasnya.
Kepala Riset Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menuturkan, indeks berpotensi rebound pada Februari untuk menguji resisten pada tingkat 6.000 hingga 6.030.
Penguatan ini ditopang oleh proyeksi inflasi Indonesia pada Januari 2020 yang diperkirakan masih stabil di kisaran 3 persen year-on-year. Selain itu, pada 5 Februari mendatang juga akan diumumkan data pertumbuhan growth domestic product (GDP) kuartal IV/2019 yang diperkirakan masih di kisaran 5 persen year-on-year.
Lebih lanjut, tambahnya, pernyataan Bank Indonesia terkait kesiapannya untuk melakukan intervensi nilai tukar Rupiah jika diperlukan akan menjadi sentimen positif bagi naiknya IHSG.
Hal ini ditambah dengan kenaikan peringkat kredit Indonesia versi Japan Credit Rating (JCR) menjadi BBB+. “Apabila masih melanjutkan pelemahan, saya perkirakan nilai saham mendekati support pada level 5.880 sampai 5.850,” katanya.
Head of Research MNC Sekuritas Edwin Sebayang memproyeksi pelemahan IHSG hanya akan terjadi pada 1 bulan ke depan dengan level support di 5.760 hingga 6.100.
Menurutnya, penurunan IHSG lebih disebabkan adanya redemption reksa dana dari beberapa manajer investasi. Selain itu, diturunkannya limit margin untuk trading dan buying di mayoritas sekuritas turut memicu sentimen negatif. “Hal tersebut mengakibatkan lemahnya perputaran transaksi dan investor tidak banyak bergerak,” katanya.
Beberapa kasus reksa dana seperti Jiwasraya dan Asabri tidak luput dari perhatian Edwin. Kasus besar itu dinilainya menahan investor untuk melakukan transaksi saham. Selama kasus itu belum terselesaikan maka potensi IHSG melemah pun akan terus terbuka.
Edwin menilai, sentimen negatif seperti saat ini tidak mengubah target IHSG akhir tahunnya di level 6.654 dengan asumsi earning per share (EPS) 415.9 dan price earning (PE) 16 kali.
Sementara itu, Analis Asosiasi Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada mengatakan bahwa pihaknya tengah merevisi target IHSG akhir tahunnya karena level saat ini telah melebihi dari estimasi pada awal tahun.
Dia menargetkan hingga akhir tahun IHSG berada di level resisten 6.550 dengan level support di 5.980. “Karena penutupan kali ini sudah tembus target level support kami revisi target level support di 5.760. Namun, investor tidak perlu terlalu panik terhadap sentimen negatif yang tengah terjadi.”
MOMENTUM BELI
Kondisi IHSG yang melemah ini dinilai memberikan peluang besar kepada para pelaku pasar untuk membeli saham dengan harga rendah.
Edwin Sebayang menilai, investor dapat lebih leluasa untuk membeli saham dengan rendah tetapi harus tetap memperhatikan fundamental asli dari setiap saham. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan investor.
Pertama, investor disarankan untuk memilih saham yang memiliki yield dividen cukup besar. Ketika harga saham berada di level rendah ini maka menjadi momentum yang tepat untuk mendulang untung.
Kedua, investor dapat memilih saham yang memiliki aksi korporasi yang dapat menaikkan pendapatan dan laba bersih dari perseroan sehingga keberlangsungan usaha terjamin.
Ketiga, jauhi saham-saham yang dipilih oleh manajer investasi yang tengah bermasalah.
Sementara itu, di tengah harga saham yang rendah, Dennies Christoper menyarankan kepada para investor untuk tetap lebih cermat dalam memilih saham.
Menurutnya, saham dengan fundamental-fundamental yang baik patut menjadi pilihan para investor.
“Utamanya saham dengan fundamental yang bagus dan juga bluechip. Untuk pekan depan, saham TOWR [PT Sarana Menara Nusantara Tbk.] dan BRPT [PT Barito Pacific Tbk.] patut diperhatikan,” katanya.