Bisnis.com, JAKARTA — Lonjakan harga emas berpotensi memangkas penurunan permintaan emas konsumen ritel atau mengulang kondisi pada 2019.
Bloomberg mencatat harga emas sepanjang 2020 masih menunjukkan penguatan, yaitu sebesar 4,31 persen ke level US$1.579 per troy ounce pada pukul 17.30 WIB. Bahkan, pada awal tahun ini emas sempat menyentuh ke atas level US$1.610 per troy ounce. Pergerakan harga ini menunjukkan level psikologis emas yang kokoh.
Ahli Strategi TD Securities Prashant Newnaha mengatakan perkembangan berita virus corona yang makin parah mendorong preferensi pasar terhadap perkembangan pencarian instrumen investasi paling aman seperti emas. Walhasil, kekhawatiran pasar bakal menjadi sentimen kenaikan lanjutan harga emas.
“Akibatnya sentimen hindar risiko terus menguat dan menguntungkan aset investasi aman seperti emas,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/1).
Di tengah potensi kenaikan lanjutan harga emas, World Gold Council dalam laporannya, Kamis (30/1), menyebut pembelian emas ritel termasuk emas perhiasan, batang dan koin pada tahun lalu turun 11 persen ke level terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan pada 2019 tergolong signifikan karena emas di pasar ritel berkontribusi sebesar dua pertiga dari permintaan emas global.
Di sisi lain, kepemilikan emas dalam bentuk exchange traded fund (ETF) menutup 2019 dengan permintaan 2.885,5 ton atau hampir menyamai penurunan permintaan ritel sehingga secara total permintaan emas turun 1 persen dibandingkan dengan 2018.
Kenaikan harga emas dianggap menjadi penggerak turunnya permintaan segmen ritel. Meskipun demikian, masih ada penyebab lain yang berkontribusi terhadap melorotnya permintaan emas global yakni perlambatan ekonomi, kenaikan inflasi, konflik dagang, dan selera generasi muda yang berubah.
Sebagian besar penurunan permintaan itu berasal dari konsumen China dan India yang memegang peranan dominan. Tercatat, sepanjang 2019, volume permintaan perhiasan emas global turun 6 persen menjadi hanya sebesar 2.107 ton. Pelemahan permintaan itu terutama disebabkan lonjakan harga emas pada kuartal III/2019 yang berlanjut hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Bloomberg, emas mencetak kinerja impresif pada tahun lalu dengan penguatan 18,4 persen sekaligus menjadikan periode tersebut sebagai masa terbaik bagi logam mulia sejak 2010.
Permintaan Emas Perhiasan Turun
Pada kuartal lV/2019, permintaan emas perhiasan global turun 9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi sebesar 548,5 ton. Begitu pula dengan permintaan emas batangan dan koin global yang turun 20 persen secara tahunan ke level 870,6 triliun atau level terendah sejak 2009.
Perinciannya, penurunan permintaan emas perhiasan, batangan dan koin India pada kuartal IV/2019 mencapai masing-masing 17 persen dan 10 persen secara tahunan. Kondisi itu tergolong anomali karena festival diwali kerap menjadi momentum permintaan emas di India naik.
Potret yang sama terjadi pada China. Permintaan perhiasan China pada kuartal IV/2019 turun 10 persen secara tahunan menjadi hanya 159,7 ton. Dengan demikian, penurunan permintaan emas perhiasan terjadi lima kuartal secara berturut-turut
Permintaan emas batangan dan koin pada kuartal IV/2019 turun 35 persen secara tahunan di level 47,6 ton. Dengan demikian, total permintaan 2019 hanya 211,1 ton turun 31 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.