Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat pemahaman daerah yang masih minim menjadi salah satu sebab utama terhambatnya penerbitan obligasi daerah. Selain mendukung kegiatan promosi obligasi daerah, Kementerian Keuangan juga mendorong skema pembiayaan kreatif lainnya.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengakui, penerbitan obligasi daerah bukan pekerjaan sepele. Upaya penerbitan ini hanya dapat dilakukan oleh daerah yang telah memiliki kesiapan yang tinggi dan tingkat transparansi yang baik.
Menurutnya, masih banyak daerah yang belum memahami upaya penerbitan obligasi daerah secara komprehensif sehingga tidak siap melakukan skema pembiayaan ini. Pemahaman terkait obligasi daerah yang lengkap wajib dimiliki baik oleh kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maupun para pemangku kepentingan lain.
“Dengan menerbitkan obligasi daerah, berarti mereka membuka diri terhadap wilayah luar dan harus siap ditanyakan terkait kebijakan-kebijakan daerah dan APBD-nya. Memang butuh beberapa tahapan sebelum daerah benar-benar siap melakukannya [penerbitan obligasi daerah],” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Prima mengatakan, Kementerian Keuangan juga turut aktif dalam mendorong kesiapan daerah menerbitkan obligasi daerah. Kementerian Keuangan mendorong para instrumen pemerintahan daerah melakukan sosialisasi dan rapat koordinasi untuk membahas hal ini secara keseluruhan. Selain itu, Prima mengatakan pihaknya juga kerap diundang daerah untuk menjelaskan obligasi daerah kepada para anggota DPRD.
“[Penerbitan] obligasi daerah sama seperti obligasi pemerintah pusat atau korporasi. Mereka harus siap melakukan public expose atau roadshow untuk meyakinkan investor,” katanya.
Hingga saat ini, Prima mengatakan baru segelintir daerah yang tertarik dan menyatakan kesiapannya untuk menerbitkan obligasi daerah. Provinsi Jawa Tengah dinilai menjadi provinsi yang paling siap melakukan ini sejak awal 2019. Selain itu, ada juga Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Kota Bogor.
Prima juga menuturkan, pihaknya juga terus mendorong opsi pembiayaan kreatif selain obligasi daerah. Salah satunya adalah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Menurutnya, skema ini paling tepat digunakan pada sebuah proyek di daerah yang bersifat substansial dan signifikan, seperti proyek infrastruktur yang dapat berdampak positif bagi kehidupan dan perekonomian daerah sekitar.
Lebih lanjut, pihaknya juga memfasilitasi dua jenis pinjaman. Pertama,melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dimiliki pemerintah daerah. Alternatif lain adalah melakukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai penyedia pinjaman infrastruktur yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan ke daerah.
Ia menambahkan, pemerintah daerah umumnya akan melakukan verifikasi dahulu kepada Kementerian Keuangan hal ini karena pinjaman yang akan dilakukan akan berdampak pada defisit belanja daerah dan secara nasional. Apabila defisit tersebut masih berada di bawah ambang batas, pihaknya akan mengizinkan pemberian pinjaman tersebut.
“Selain dari Kementerian Keuangan, juga ada rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri sehingga ada due diligence yang baik dalam melakukan pinjaman,” tambahnya.