Bisnis.com, JAKARTA — Sentimen geopolitik global dan aksi profit taking yang mendera pasar modal membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) berakhir di zona merah. Padahal, investor merespons positif data neraca dagang periode 2019 yang dirilis BPS.
Pada penutupan perdagangan Rabu (15/1/2020), IHSG turun 0,66% atau 42,04 poin menjadi 6.283,36. Indeks terkoreksi setelah reli 4 hari beruntun.
Mata uang rupiah juga terpantau mengalami koreksi 0,11% atau 15 poin menuju Rp13.695 per dolar AS.
Berdasarkan data BPS, pada Desember 2019 neraca perdagangan mengalami defisit US$0,03 miliar atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan defisit November 2019 sebesar US$1,39 miliar. Secara keseluruhan, neraca perdagangan sepanjang 2019 mengalami defisit US$3,20 miliar.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyampaikan sebetulnya pelaku pasar semakin memandang positif prospek Indonesia karena defisit neraca dagang semakin menyempit. Namun, investor terlihat lebih memilih melakukan aksi profit taking.
“Sebetulnya data perdagangan positif, tetapi ada profit taking karena investor mengkhawatirkan kelanjutan negosiasi perang dagang AS-China,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (15/1/2020).
Baca Juga
AS menyatakan tidak akan menghapus tarif impor terhadap produk China hingga pemilihan presiden AS pada November 2020. Hal ini memengaruhi impor China sebesar US$360 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel