Bisnis.com, JAKARTA - Minyak tengah kebanjiran sentimen positif sehingga berhasil bertahan di zona hijau dan harga ditetapkan untuk kenaikan bulanan terbesar dalam hampir satu tahun di tengah indikasi menyusutnya stok minyak mentah AS dan optimisme terhadap prospek ekonomi global.
Sepanjang Desember, harga minyak berhasil menguat sebesar 12%, menjadi penguatan bulanan terbesar dalam setahun terakhir dan telah mencapai level tertinggi sejak pertengahan September.
Adapun, sepanjang tahun berjalan 2019 harga bergerak menguat 36% dengan harga dalam beberapa perdagangan terakhir didukung oleh terobosan dalam kebuntuan perdagangan antara dua ekonomi teratas dunia.
Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp. Howie Lee mengatakan bahwa pasar saat ini dihadirkan oleh banyak sentimen positif, seperti beberapa data ekonomi yang cukup bagus, termasuk dari AS, sehingga menambahkan euforia pembelian minyak oleh para investor.
Mengutip data Departemen Tenaga Kerja AS terbaru, klaim pengangguran AS turun menjadi 222.000 pada pekan lalu dibandingkan dengan pekan sebelumnya sebesar 235.000.
Selain itu, pasar juga optimistis Administrasi Informasi Energi akan melaporkan penurunan cadangan minyak AS untuk dua pekan berturut-turut. Persediaan AS menyusut bahkan ketika Negeri Paman Sam tersebut dalam upaya meningkatkan pasokan.
Baca Juga
Adapun, American Petroleum Institute memperkirakan bahwa stok minyak mentah AS akan turun 7,9 juta barel, yang akan menjadi penarikan terbesar sejak Agustus jika dikonfirmasi oleh data resmi EIA.
“Minyak mentah telah berada dalam tren naik yang stabil sejak Oktober, ketika AS dan China pertama kali membahas kesepakatan perdagangan, dan tanpa adanya risiko ketegangan lanjutan sehingga pasar dalam beberapa perdagangan terakhir sangat optimistis,” ujar Howie seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (27/12/2019).
Sentimen positif lainnya yang mendorong minyak adalah kelanjutan pemangkasan produksi minyak yang lebih dalam oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+).
Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa harga minyak berpotensi melanjutkan kenaikan menguji level resisten US$62 per barel selama harga tidak mampu menembus level support di US$61,40 per barel.
“Kenaikan lebih lanjut dari level tersebut berpotensi menopang harga emas menguji level resisten selanjutnya di US$62,20 per barel dan US$62,40 per barel,” ujar Yudi dalam risetnya, Jumat (27/12/2019).
Namun, kegagalan menembus level tersebut berpotensi menekan harga minyak menguji support di US$61,4 per barel dan penurunan lebih dalam dari level support tersebut berpotensi terus menekan harga minyak menguji level support selanjutnya di US$61,20 per barel dan US$61 per barel.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (27/12/2019) hingga pukul 14.10 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Februari 2020 menguat 0,19% menjadi US$61,8 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Februari 2020 menguat 0,12% menjadi US$68 per barel.