Bisnis.com, JAKARTA - Laba bersih PT Indonesian Tobacco Tbk. tertekan sepanjang periode 9 bulan tahun ini, meski penjualannya naik dua digit.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2019, produsen tembakau iris itu membukukan penjualan bersih sebesar Rp120,26 miliar. Penjualan tersebut naik 19,44% secara tahunan.
Penjualan sebelum retur dan diskon yang berasal dari pasar lokal sebesar Rp120,96 miliar, sedangkan dari pasar ekspor senilai Rp1,57 miliar.
Beban pokok penjualan tercatat naik 20,94% menjadi Rp90,92 miliar. Sehingga, laba kotornya naik 15,01% secara tahunan.
Namun, perseroan tertekan oleh beban keuangan yang naik 68,70% menjadi Rp15,74 miliar.
Dari situ laba bersih perusahaan tercatat Rp611,31 juta per kuartal III/2019. Laba bersih tersebut turun 86,99% dibandingkan dengan laba bersih per kuartal III/2018 sebesar Rp4,69 miliar.
Sebelumnya, Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono menjelaskan kenaikan beban keuangan ini karena perseroan harus membayarkan denda pembatalan perjanjian kredit dengan Bank Mestika Dharma. Denda tersebut senilai total Rp4,1 miliar.
“Pada Februari 2019, kami pindah dari Bank Mestika Dharma ke Bank Woori Saudara, karena kami mendapatkan plafon yang lebih tinggi serta bunga yang lebih murah. Di situ ada denda-denda pembatalan perjanjian kredit dengan Bank Mestika yang one time charge. Tanpa beban one time charge, performance perseroan sangat bagus," katanya pada akhir September kemarin.
Pada penutupan perdagangan Kamis (19/12/2019), saham ITIC berada di level Rp1.650, melemah 2,65% atau turun 45 poin dari penutupan perdagangan sebelumnya. Di level harga tersebut, perusahaan memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp1,55 triliun.