Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Masih Oke Tahun Depan, Tetapi Harus Waspada

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, harga CPO dari awal tahun sudah menguat karena potensi gangguan produksi di Indonesia dan Malaysia.
Pekerja memasukkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Sabtu (7/12/2019)./ANTARA FOTO-Syifa Yulinnas
Pekerja memasukkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Sabtu (7/12/2019)./ANTARA FOTO-Syifa Yulinnas

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) diperkirakan masih memanas hingga tahun depan, kendati sempat mereda beberapa hari ini.

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, harga CPO dari awal tahun sudah menguat karena potensi gangguan produksi di Indonesia dan Malaysia. "Kenaikan ini dipicu oleh potensi turunnya pasokan, seiring dengan kekeringan yang melanda kawasan Indonesia dan Malaysia [dua produsen utama sawit dunia]," katanya saat dihubungi oleh Bisnis, Kamis (12/12/2019).

Dia menambahkan, meskipun sempat terkoreksi akibat perkiraan melemahnya permintaan dari India, konsumen sawit global, harga CPO masih bakal melanjutkan reli karena kuatnya permintaan dari program biodiesel.

“Sejalan dengan kondisi saat ini, Indonesia dan Malaysia memfokuskan program biodiesel, saya melihat justru ini akan menjadi katalis positif bagi harga CPO,” katanya.

Dia menambahkan, harga CPO masih bisa menguat hingga tahun depan, jika Indonesia dan Malaysia konsisten menjalankan program biodiesel. "Saya kira hingga tahun depan harga CPO masih melanjutkan tren bullish," ujarnya.

Terkait dengan rencana Pemerintah Indonesia yang menyetop biodiesel hingga B50, Deddy mengatakan, hal itu belum bisa menjadi sentimen negatif bagi harga CPO dalam jangka panjang. “Selama Pemerintah Indonesia konsisten menjalankan program tersebut, saya kira pasar CPO dalam jangka panjang akan cerah,” katanya.

Bank OCBC dalam risetnya memperkirakan, kombinasi dari wabah demam babi Afrika di China, implementasi program B30 di Indonesia pada Januari 2020, dan suramnya produksi telah mengirimkan harga CPO mendekati level 3.000 ringgit per ton. Selain itu, pasar biasanya memerlukan waktu enam bulan untuk melihat keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini mengindikasikan harga masih terus melaju hingga kuartal I tahun depan.

Koreksi harga CPO kemungkinan datang dari China, jika mereka menambah pembelian kedelai dari Amerika Serikat. Bila persediaan minyak kedelai China kembali ke level normal, maka akan mengurangi pembelian sawit. Sebagai informasi, China memborong sawit untuk menggantikan kedelai yang tersangkut perang dagang dengan AS. Baik minyak kedelai maupun sawit, keduanya merupakan kompetitor di pasar minyak nabati.

Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO menyentuh level 2.904 ringgit per ton, pada pukul 14:03 WIB, tetapi dibuka melemah 0,03% atau 1,00 poin menjadi 2.877 ringgit per ton, Kamis (12/12/2019). Sehari sebelumnya, harga CPO ditutup melemah 0,86% atau 25,00 poin ke level 2.878 ringgit per ton. Adapun dalam 12 bulan terakhir, harga CPO sudah menguat 26,54%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper