Bisnis.com, JAKARTA — Layanan pembayaran online PT Visionet Internasional atau OVO menyebutkan saat ini ekosistem reksa dana dan Surat Berharga Negara (SBN) yang dikelola perusahaan mencapai Rp2 triliun.
Karaniya Dharmasaputra, Presiden Direktur Visionet Internasional menyebutkan ekosistem yang dikelola oleh OVO ini terus tumbuh. Meski begitu ia tidak menyebutkan persentase pertumbuhan yang dibukukan perusahaan setiap bulan.
"Ini angka [Rp2 triliun setara] yang sudah dikelola oleh aset manager level menengah. Tentu kalau dibandingkan dengan [aset manager] level satu [besar] masih ada gap tapi jangan dilupakan seperti growth-nya [OVO] luar biasa besar," kata Karaniya di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Saat ini, OVO sendiri dalam usia perusahaan masuk tahun kedua telah memiliki 12 juta member aktif setiap bulannya. Strategi perusahaan menyasar kalangan milenial dengan produk keuangan yang mudah digunakan menjadi penopang untuk mencapai target laba di masa mendatang.
Meski tidak menyebutkan detail, Karaniya menyebutkan industri reksa dana merupakan masa depan bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Dalam 4 tahun terakhir reksa dana telah tumbuh 600%. Pertumbuhan yang signifikan ditopang kemudahan yang memanfaatkan layanan teknologi keuangan (Fintech).
"Padahal sebelumnya [reksadana dari tahun ke tahun] tumbuh kecil sekali. Itu [tumbuh signifikan] karena didorong oleh adanya pemanfaatan dari teknologi,"katanya.
Lebih lanjut Karaniya yang juga Founder Bareksa itu menyebutkan selain tumbuhnya reksa dana, salah satu yang signifikan dalam industri adalah membesarnya produk keuangan syariah. Dari total dana kelolaan reksa dana yang ada saat ini, sebanyak 30% merupakan produk reksa dana syariah.
"Hal yang sama kita lihat dari pertumbuhan dan penetrasi obligasi pemerintah untuk segmen retail. Bukan hanya di SBN tetapi disegmen sukuk [juga tumbuh signifikan],"katanya.
Karaniya menyebutkan untuk memenangkan segmen ritel ini, maka OVO menerapkan skema cashback. Selain itu juga diterapkan skenario dapat membeli reksa dana mulai dari Rp10.000.
Langkah ini masih merugikan secara perhitungan binis. Perusahaan mengharapkan setelah konsumen memiliki rasa ketertarikan pada investasi keuangan ini maka dalam jangka panjang akan meningkatkan saldo yang ditempatkan pada akun reksa dananya dalam ekosistem OVO.
"Dengan pola seperti ini, maka bukan seperti yang disebutkan [pengamat] sekarang dengan bakar duit tanpa perhitungan. Suatu saat pola seperti dilakukan kita akan mencapai suatu level profitabilitas. Ini [strategi Ovo] bukan serampangan," katanya.
Dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, Karaniya yakin OVO memiliki daya saing menghimpun dana dari masyarakat untuk dikelola dalam pasar keuangan dibandingkan industri konvensional.
Dalam rencana kerja perusahaan, OVO diyakini dapat mencatatkan laba pada usia 6—10 tahun. Rencana kerja ini diyakini dapat terwujud dikarenakan saat ini perusahaan rintisan yang ada di Indonesia telah menciptakan laba pada usia perusahaan kesepuluh.
"Sekarang mungkin projection enam sampai 10% bisa lebih cepat, ini saya bilang 6-10 persen lebih cepat karena mengikuti apa yang sekarang terjadi di market [pasar telah teredukasi]," katanya.