Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody's Soroti Risiko Melemahnya Profil Kredit Emiten Batu Bara

Risiko pembiayaan kembali akan meningkat secara material menuju 2022 dan kualitas kreditnya akan melemah apabila perusahaan tidak memiliki rencana pembiayaan kembali 12-18 bulan sebelum utang tersebut jatuh tempo.
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat internasional Moodys Investor Service menilai kemampuan emiten batu bara dalam melakukan pembayaran kredit akan tertekan dalam 3 tahun ke depan.

Dalam laporan teranyarnya, Moodys memperkirakan proyeksi terhadap kemampuan pembayaran utang tujuh perusahaan batu bara yang diperingkat. Lima di antaranya, yakni PT Adaro Indonesia, PT Indika Energy Tbk., PT ABM Investama Tbk., PT Geo Energy Resources Ltd., dan PT Bumi Resources Tbk.

Berdasarkan data Moodys, total obligasi dan utang bank yang jatuh pada 2022 mencapai US$2,9 miliar. Jumlah itu belum termasuk rentetan pembayaran pada 2020 sebesar US$800 juta pada 2020 dan US$700 juta pada 2021.

Moody's Assistant Vice President dan Analis Maisam Hasnain mengatakan tujuh perusahaan tambang tersebut memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kas dalam 12 bulan, termasuk belanja modal untuk proyek, dividen, dan utang jatuh tempo yang telah dijadwalkan.

Namun, risiko pembiayaan kembali akan meningkat secara material menuju 2022 dan kualitas kreditnya akan melemah apabila perusahaan tidak memiliki rencana pembiayaan kembali 12-18 bulan sebelum utang tersebut jatuh tempo.

"Untuk beberapa penambang, kapasitas untuk membiayai kembali utang yang jatuh tempo akan tergantung pada kebutuhan mereka untuk menggantikan cadangan batu bara yang menipis, sedangkan yang lain memiliki izin penambangan yang kedaluwarsa dalam beberapa tahun mendatang," ungkap Hasnain.

Hasnain menambahkan risiko refinancing semakin diperparah dengan meningkatnya kekhawatiran kreditur atas risiko lingkungan yang secara material dapat membatasi sumber moda. Selain itu, bagi beberapa penambang juga oleh rekam jejak yang belum teruji untuk menebus obligasi dolar AS.

Moodys memilih beberapa emiten yang memiliki profil bisnis kuat, cadangan batu bara yang besar dan akses yang ditunjukkan ke pasar modal memiliki posisi yang lebih baik untuk mengelola risiko pembiayaan, di antaranya adalah PT Adaro Indonesia dengan peringkat Ba1 stable, dan PT Indika Energy Tbk. dengan peringkat Ba3 stable.

Di sisi lain, PT ABM Investama Tbk. berperingkat B1 stable dan Geo Energy Resources Limited mendapat B2 negatif cenderung mengalami penurunan profil kredit menjelang jatuh tempo utang dan cadangan batu bara yang semakin menipis.

"Namun, kedua perusahaan tetap berkomitmen untuk mengakuisisi aset batu bara dalam 6-12 bulan ke depan."

Hasnain menambahkan Adaro, Indika dan PT Bumi Resources Tbk. mendapatkan peringkat negatif B3 menghadapi ketidakpastian peraturan yang lebih tinggi karena hak penambangan ketiga perusahaan ada di bawah lisensi Kontrak Karya Batubara (CCoW).

Sementara itu, Moody's mengharapkan CCoW diperpanjang dengan ketentuan yang sama. Namun, belum ada kejelasan dari Pemerintah Indonesia (stabil Baa2) mengenai perpanjangan atau konversi lisensi ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper