Bisnis.com, JAKARTA - Kendati belum dapat menjadi harga acuan dunia, Indonesia memiliki peran besar terhadap pasar komoditas global. Sebagai produsen dan eksportir terbesar untuk beberapa komoditas di dunia, maka tidak jarang kebijakan pemerintah berdampak besar terhadap pergerakan harga.
Lalu, apa saja kebijakan dari pemerintah Presiden Joko Widodo pada periode pertamanya 2014-2019 yang telah membuat ketar-ketir harga komoditas global?
Sebagai informasi, Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia. Di sektor komoditas karet, Indonesia menjadi produsen dan eksportir kedua terbesar di dunia, satu tingkat di bawah Thailand.
Tidak kalah, dalam komoditas nikel Indonesia juga merupakan produsen utama dunia. Logam lainnya, Indonesia juga menjadi produsen timah terbesar kedua setelah China, dan menjadi eksportir terbanyak di dunia. Adapun, di sektor energi, Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar keempat di dunia, tetapi menjadi eksportir terbanyak.
Untuk sawit (CPO), misalnya, kebijakan pemerintah soal biodiesel mendapat respon positif dari pasar sawit global. Sebab kebijakan ini diharapkan dapat menyerap ketersediaan CPO di pasar.
Sepanjang 5 tahun berjalan, harga CPO di bursa MDE bergerak melemah 2,22% dengan rata-rata harga di 2.385,66 ringgit per ton.
Begitu pun dengan karet, kebijakan Pemerintah untuk mengurangi ekspor dan penggunaan karet aspal, cukup membuat harga bahan baku ban ini sedikit terangkat. Harga Karet di bursa Tokyo sempat kembali bergerak di atas level 200 yen per kilogram. Kendati, akhirnya kedua komoditas itu melemah karena terpapar efek perang dagang Amerika Serikat dan China.
Pada 2014, pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih mineral, termasuk nikel, sehingga membuat harga nikel berada di jalur bullish. Lalu pada 2017 pemerintah kembali membuka keran ekspor bijih nikel yang hanya berlaku selama 5 tahun hingga 2022 sempat membuat nikel bearish bergerak di bawah US$10.000 per ton.
Namun, belum lama ini pemerintah menetapkan untuk mempercepat kebijakan larangan ekspor bijih nikel 2 tahun di awal, yaitu pada 2020. Kebijakan tersebut pun membuat harga nikel melonjak mencapai harga tertinggi US$18.894 per ton.
Sejumlah Kebijakan Pemerintah 2014-2019 Terkait dengan Komoditas | ||
---|---|---|
Tahun | Komoditas | Keterangan |
2014 | Nikel | Pemerintah melarang ekpsor bijih mineral, termasuk nikel. |
2015 | Kelapa Sawit | Pada 2015, Pemerintah menerbitkan kebijakan untuk mendorong perekonomian, salah satunya pencampuran biodiesel 15% (B15). Kebijakan ini dapat menyerap kesediaan minyak sawit (CPO) di Indonesia. |
2015 | Minyak Mentah | Indonesia memutuskan bergabung dengan OPEC, setelah keluar sementara pada 2008. Indonesia ingin mendapatkan harga minyak yang lebih murah dengan keikutsertaan ini. |
2015 | Minyak Mentah | Pemerintah mencabut subsidi BBM untuk jenis Premium dan subsidi tetap untuk solar Rp1.000 per liter. |
2016 | Kelapa Sawit | Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberlakukan program B20. |
2016 | Minyak Mentah | Indonesia keluar dari OPEC karena enggan menurunkan produksinya, sebagai hasil dari sidang OPEC. |
2017 | Nikel | Pemerintah membuka keran ekspor bijih mineral kembali, yang hanya akan berlaku selama 5 tahun hingga 2022 |
2019 | Karet Alam | Pengurangan ekspor bersama Dewan Karet Tripartit Internasional sebesar 240.000 ton |
2019 | Karet Alam | Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menggunakan aspal campuran karet di seluruh jalan nasional. |
2019 | Kelapa Sawit | Pemerintah berencana menerapkan B30 pada tahun depan. |
2019 | Nikel | Pemerintah memajukan larangan ekspor bijih mineral 2 tahun dari rencana awal, yang akan berlaku pada awal 2020. |
2019 | Nikel | Pemerintah memajukan larangan ekspor bijih mineral 2 tahun dari rencana awal, yang akan berlaku pada awal 2020. |
Sumber: Pemberitaan, Setkab.go.id, migas.esdm.go.id, pu.go.id, Reuters, diolah.